Jakarta (ANTARA News) - Anggota Pansus RUU Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Hary Azhar Azis mengatakan pemerintah dan DPR selayaknya membahas RUU OJK secara rasional sehingga kehadirannya bisa meminimalkan kejahatan jasa keuangan.

"Pemerintah dan DPR selayaknya membahas RUU OJK ini secara rasional sehingga menjadi UU yang mampu menciptakan kepercayaan masyarakat, meningkatkan kesadaran publik, memperkokoh perlindungan nasabah dan meminimalkan kejahatan jasa keuangan," kata Hary Azhar Azis pada diskusi "Mencari Format Ideal Otoritas Jasa Keuangan" di Jakarta, Kamis.

Lebih lanjut Hary mengatakan bila model RUU OJK disetujui oleh DPR maka fungsi pengawasan perbankan beralih dari Bank Indonesia ke OJK. Menurut Hary fungsi pengawan perbankan oleh BI berdasarkan UU No 23 tahun 1999 dan UU No 3 tahun 2004 memang lebih luas dibandingkan dengan UU no 11 tahun 1953 tentang Pokok-Pokok Bank Indonesia dan UU No 13 tahun 1968 tentang Bank Sentral.

"Dalam UU tahun 1953 dan 1968 itu, pengawasan bank spesifik diarahkan kepada pembinaan perbankan dan urusan kredit," kata Hary.

Sementara tambah Hary untuk kebijakannya diatur oleh Dewan Moneter dimana Ketuanya Menteri Keuangan dan anggotanya Menteri Perekonomian dan Gubernur BI.

"Dengan demikian dalam norma ini, kebijakan moneter adalah tanggungjawab pemerintah bukan BI," kata Hary.

Lebih lanjut Hary menjelaskan bahwa pokok pembahasan dalam RUU OJK tampaknya dimulai dari pertanyaan bagaimana membuat BI lebih fokus kepada fungsi kebijakan moneter tanpa koordinasi pengawasan, dan OJK fokus pada pengawasan untuk memperkuat serta mengamankan sektor jasa keuangan dan perbankan.

"Lebih teknis adalah objek pengawasan jasa keuangan yang meliputi perbankan, pasar modal dan industri keuangan non bank," kata Hary.

Selain itu, tambahnya, pola kelembagaan dan masa transisi pelimpahan wewenang menjadi bagian yang harus diselesaikan segera, meliputi syarat-syarat infrastruktur, anggaran, personalia, struktur organisasi, sistem informasi, sistem dokumentasi, dan sebagainya.
(J004/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010