Jakarta (ANTARA News) - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menawarkan gagasan pemindahan ibukota dan pusat pemerintahan sebagai salah satu dari tiga opsi untuk mengatasi dan mengantisipasi berbagai permasalahan di Jakarta, termasuk kemacetan.

"Sama sekali membangun ibukota baru, the real capital, the real government center," kata Presiden dalam acara buka puasa bersama pengurus dan anggota Kadin Indonesia di Jakarta Convention Center, Jakarta, Jumat.

Menurut Presiden, solusi untuk memindahkan ibukota dan pusat pemerintahan secara bersamaan itu telah ditempuh oleh Australia dan Turki.

Opsi lainnya adalah tetap menjadikan Jakarta sebagai ibukota, dan hanya memindahkan pusat pemerintahan ke daerah baru.

Menurut Presiden, opsi tersebut sudah ditempuh oleh Malaysia yang menjadikan Kuala Lumpur sebagai ibukota dan Putrajaya sebagai pusat pemerintahan.

Presiden memperkirakan, perlu waktu sekitar sepuluh tahun jika salah satu dari dua opsi itu dipilih. Setelah sepuluh tahun, ibukota atau pusat pemerintahan baru itu mulai bisa berjalan dan tertata dengan baik.

Khusus untuk pemindahan pusat pemerintahan, menurut Presiden, perlu pembahasan yang cermat. Sebagai proyek besar, opsi itu harus dijalankan dengan perhitungan yang matang dari berbagai aspek.

Proyek tersebut juga akan menelan biaya yang sangat besar. Presiden mencontohkan pemindahan pusat pemerintahan dari Kuala Lumpur ke Putrajaya membutuhkan biaya sekitar Rp80 triliun.

"Saya akan mendengarkan masukan dari banyak pihak," kata Kepala Negara.

Opsi lain yang ditawarkan oleh Presiden adalah tetap menjadikan Jakarta sebagai ibukota dan pusat pemerintahan.

Jika pilihan itu yang diambil, Presiden mengusulkan pembenahan berbagai infrastruktur, terutama untuk mengatasi kemacetan di Jakarta. Instansi terkait harus membangun sarana dan prasarana transportasi di permukaan, bawah permukaan, dan di atas permukaan jalan.

Kemacetan di Jakarta, kata Presiden, adalah hal yang dapat dijelaskan. Kemacetan itu sangat terkait dengan tingkat penambahan mobil dan sepeda motor yang cukup tinggi, yaitu sekitar 10 persen sampai 15 persen per tahun.

Sementara itu, penambahan ruas jalan hanya 0,01 persen per tahun. Hal itu diperparah dengan berbagai persoalan terkait kepadatan penduduk, serta perbandingan antara gedung dan perumahan.

Menurut Presiden, ketiga opsi yang ditawarkan itu memiliki sisi positif dan negatif. Oleh karena itu, Presiden meminta semua pihak untuk ikut berpikir guna mengatasi berbagai permasalahan Jakarta yang kini menjadi ibukota dan pusat pemerintahan.

"Saya juga sudah mulai berpikir diam-diam," kata Presiden.

Presiden menyinggung berbagai opsi untuk mengatasi dan mengantisipasi permasalahan Jakarta itu saat memberikan arahan dalam acara buka puasa bersama pengurus dan anggota Kadin Indonesia.

Acara yang dimulai pada pukul 17.00 WIB itu diawali dengan sambutan Ketua Umum Kadin Indonesia, Adi Putra Tahir.

Sebelum Presiden memberikan arahan, acara juga diisi dengan ceramah agama yang disampaikan oleh Prof. Nazaruddin Umar.

Sejumlah pejabat juga hadir dalam acara itu, antara lain Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi, Sekretaris Kabinet Dipo Alam, Menko Polhukam Djoko Suyanto, dan Menko Perekonomian Hatta Rajasa.

(F008/U002/S026)

Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010