Surabaya (ANTARA) - Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Din Syamsuddin menyarankan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk mengubah sistem "open house" saat merayakan Lebaran.

Ditemui di sela - sela kunjungannya di Surabaya, Selasa malam, Din mengatakan, sistem mengundang massa ke kediaman memang  rawan, karena saling berebut dan saling berusaha mendapatkan tempat.

"Lebih- - lebih lagi bisa bersalaman dengan presiden. Setiap orang pasti menginginkannya. Apalagi, saya mendengar juga ada uang saku dari presiden. Sudah pasti banyak sekali orang yang berebut mendapatkannya," ujar Din.

Saran yang diberikan ini tidak hanya ditujukan kepada seorang presiden, namun kepada para menteri, gubernur, wali kota atau bupati serta tokoh masyarakat yang biasa menggelar "open house" di kediaman.

Menurut dia, akan lebih bijaksana jika seorang pemimpin yang turun ke bawah menemui masyarakat dalam bersilaturrahim dan merayakan Hari Raya Idul Fitri.

"Saya lebih setuju jika pemimpin yang menemui rakyatnya. Atau paling tidak, usai Sholat Id, presiden mengunjungi masjid atau pemukiman dan menemui kemudian bersalaman meminta maaf," ungkap pria berusia 52 tahun tersebut.

Saran Din ini terkait acara "open house" Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana Negara yang telah merenggut nyawa seorang tuna netra, Jhony Malela, akibat kelelahan setelah berdesak - desakan antre di pintu gerbang istana.

Kata Din, kasus tersebut hendaknya harus jadi pelajaran, tidak hanya bagi presiden, tetapi bagi siapapun. Meninggalnya seorang tuna netra itu sangat disayangkan.

"Jangan anggap remeh masalah ini. Saya sarankan kepada pemerintah jika ingin memberi sedekah, jangan mendatangkan rakyat dengan jumlah besar, tetapi mereka yang mendatangi rakyat langsung ke bawah," kata pria kelahiran Sumbawa Besar, Nusa Tenggara Barat itu.
(ANT/A024)

 

Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2010