Washington (ANTARA News) - Mantan presiden Amerika Serikat Jimmy Carter mengatakan, bahwa pemimpin Korea Utara Kim Jong-Il membantah dalam perundingan-perundingan dengan China bahwa dia berusaha memuluskan jalan bagi putra bungsunya sebagai pewarisnya, seperti yang diyakini oleh banyak analis.

Carter, yang bulan lalu mengunjungi Korea Utara untuk membebaskan seorang Amerika yang ditahan di negara itu, mengatakan dia juga berbicara mengenai kunjungan Perdana Menteri China Wen Jiabao, yang mengatakan kepada mantan presiden tentang pembicaraan-pembicaraannya baru-baru ini dengan Kim Jong-Il.

Wen "mengejutkan kami saat mengutip pemimpin DPRK (Korea Utara) mengenai prospektif promosi anaknya itu, Kim Jong-Un, sebagai rumor yang salah dari Barat," tulis Carter memasuki pekan ini pada laman Internetnya.

"Kami hanya akan menunggu untuk mempelajari kebenaran tentang suksesi kekuasaan itu," kata Carter, sebagaimana dikutip dari AFP.

Para pakar selama berbulan-bulan telah mencermati tanda-tanda bahwa partai berkuasa Korea Utara akan memilih Kim Jong-Un, yang kini berusia 20-tahunan sebagai pengganti Kim Jong-Il, 68 tahun, yang dalam kondisi kesehatan tidak menentu setelah terkena stroke pada 2008.

Namun laporan-laporan Korea Selatan mengatakan, Korea Utara telah mengatakan kepada kantor berita internasional bahwa pihaknya menunda penyelenggaraan pertemuan politik - yang terbesar selama 30 tahun terakhir - karena kerusakan akibat badai.

Penundaan itu menimbulkan isu baru di kalangan para pemerhati Korea Utara, beberapa di antaranya mempertanyakan kenapa badai dijadikan alasan utamna bagi penundaan konferensi itu.

Carter bulan lalu berkunjung ke Korea Utara, namun tidak bertemu dengan Kim Jong-Il, yang ketika itu sedang melawat ke China, tetangganya.

Dalam sebuah opini yang diterbitkan Kamis di surat kabar The New York Times, Carter mengatakan Korea Utara meminta khusus kepada mantan presiden, yang berhasil menjinakkan krisis nuklir pada 1994.

Carter menyerukan Amerika Serikat untuk melakukan perundingan-perundingan, dengan mengatakan bahwa Korea Utara menginginkan perdamaian.

Pemerintah Presiden Barack Obama mengambil jarak dari Carter, dan mengatakan bahwa Pyongyang yang harus membuktikan dulu jika pihaknya bersedia untuk menyerahkan persenjataan nuklirnya.

Dalam laman jejaringnya itu, Carter mengatakan dia dan Wen mendengar "pesan positif" dari Korea Utara.

Para pejabat AS dengan berhati-hati memprakirakan akan terjadinya pemindahan kekuasaan di Korea Utara itu.

Kurt Campbell, asisten menteri luar negeri AS untuk urusan Asia Timur, mengakui dalam dengar pendapat di Senat Kamis bahwa Korea Utara kini "mungkin sedang berusaha mencapai target keras yang menghadapkan kami di arena global."

"Dalam cara-cara yang fundamental Korea Utara kini masih dalam sebuah kotak hitam," kata Campbell.

"Kami memiliki beberapa pandangan dan beberapa intelijen serta hal-hal semacam lainnya, namun tentang mana yang benar, seringkali dalam retrospeksi, beberapa kecerdasan yang terbukti salah," kata Campbell.
(ANT/A024)

Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2010