Kota Gaza,  (ANTARA News) - Perjalanan menuju Jalur Gaza, Palestina,melalui pintu Rafah, perbatasan Mesir-Palestina, meskipun Israel sejak Minggu (19/1) telah memberlakukan gencatan senjata sepihak, setelah agresinya pada 27 Desember 2008, tetap mencekam.

Walaupun tidak terjadi serangan bom dari pesawat tempur ataupun bunyi tembakan, namun pesawat tempur Israel tiga hingga empat kali melakukan manuver, sedangkan pesawat intai-nya, terus meraung-raung di udara, sehingga suasana mencekam tetap terasa.

Bersama delapan wartawan Indonesia lainnya dan lebih dari 50 wartawan ancanegara, serta para relawan kemanusiaan, setelah menunggu sejak Rabu (21/1) pukul 10.00 waktu setempat (15.00 WIB), akhirnya pemerintah Mesir memberikan izin masuk melalui Rafah, perbatasanMesir-Palestina.

Setelah menyelesaikan persyaratan imigrasi dengan membayar semacam "airport tax" sebesar 92 Poundsterling--lazim disebut "Pound"-- puluhan wartawan kemudian dibawa dengan bus khusus "Gaza Bus Co" dan juga harus membayar 30 Pound. Pada pukul 18.30 waktu setempat (23.30 WIB), wartawan sudah memasuki Jalur Gaza.

Pemeriksaan sangat ketat dilakukan oleh pihak berwenang Mesir, yang terdiri atas berbagai instansi, termasuk "State Security", lembaga paling berwenang dan penentu apakah seseorang bisa menyebrang ke Gaza melalui pintu Rafah. Rafah sendiri terbagi atas dua bagian, yakni Rafah Mesir dan kemudian Rafah Palestina.

Wartawan Indonesia yang masuk ke Gaza adalah Hanibal Widada Yudya Wijayanta (ANTV), Musthofa Rahman (Kompas), Akbar Pribadi Brahmana Aji (Tempo), Trias Kuncahyono (Kompas), LKBN ANTARA, Mahendro Wisnu Wardono (Metro TV), Kardono (Jawa Pos) dan Ismail Fahmi (TV One).

Bus yang membawa rombongan wartawan itu, ternyata tidak lebih dari lima menit dibawa keluar pintu Rafah Mesir dan kemudian harus berhenti di Rafah Palestina, yang sudah masuk wilayah Jalur Gaza. Setelah di Rafah Palestina, aparat imigrasi Palestina kemudian mengatur persyaratan keimigrasian.

Proses imigrasi di wilayah Palestina ternyata tidak berbelit-belit. Setelah menunjukkan paspor dan ditanya akan menginap di hotel atau penginapan mana --yang umumnya seluruh wartawan mancanegara menjawab dengan jawaban "internasional", karena belum mengetahui harus tinggal dimana--maka proses pemeriksaan selesai, dan kemudian langsung menuju semacam sub-terminal untuk menumpang taksi yang menuju Kota Gaza.

Di sub-terminal yang masih dalam area kantor imigrasi Palestina, terdapat beberapa taksi yang umumnya sedan tua, dan hanya pilihan kendaran itulah yang bisa dipakai untuk menuju Kota Gaza, yang berjarak sekitar 40 Km.

Taksi berwarna kuning yang dikemudikan warga Gaza Abdullah (50) itu di bagian kaca depan terdapat lobang bekas tembakan, sementara hampir semua kaca depan sudah tidak ada, sehingga dengan laju kecepatan 60 Km jam dalam suasana cuaca dingin pada kisaran 6-7 derajat Celcius, rasa dingin kian menjadi-jadi.

Selama perjalanan hampir satu jam dari pintu Rafah Palestina menuju Kota Gaza --dan sempat terlihat pintu perbatasan Kerem Shalom di wilayah Israel-- Abdullah memberikan gambaran bagaimana agresi Israel tidak saja meluluh-lantakkan gedung pemerintahan dan markas polisi, namun juga masjid, rumah sakit dan bahkan taman bermain anak-anak.

Ketika melalui daerah Khan Yunis (Khan Yunus), ia menunjukkan di kiri-kanan jalan bangunan yang sudah hancur. "Gedung dan bangunan dihancurkan Israel di sepanjang Khan Yunis ini," katanya.

Malahan, ada kejadian memilukan dimana serangan Israel menewaskan anak-anak yang sedang bermain di taman bermain daerah Dayr al-Ballah, yang menuju ke Kota Gaza.

Sementara itu, sarana komunikasi di wilayah Palestina --dan bahkan sejak di perbatasan Rafah--selalu berubah-ubah, sehingga cukup menyulitkan untuk berkomunikasi.

Tidak kurang dari tiga operator yakni Vodavone (Mesir), Jawwal (Palestina), dan kemudian muncul Jl Orange (yang dikenal merupakan operator Yordania), muncul silih-berganti pada hampir semua telepon seluler pemakainya, termasuk pekerja pers, terkecuali yang memakai operator dari masing-masing negara sejak dari awal.

Akibatnya, hampir semua wartawan Indonesia hanya bisa melakukan komunikasi maupun pengiriman berita melalui layanan pesan singkat (SMS), yang masih dapat dilakukan.

Perubahan juga terjadi pada pemakaian mata uang, karena setelah masuk wilayah Palestina, tidak semua warga Palestina mau bertransaksi dengan mata uang Pound Mesir, namun pada sejumlah tempat penukaran uang, yang berlaku adalah mata uang "Sheqalim" --populer disebut dengan bunyi "Seqel"--yang merupakan mata uang Israel.

Hingga berita ini dilaporkan Kamis dinihari pukul 05.30 WIB (00.30 waktu setempat), di kegelapan malam, bunyi raungan pesawat intai Israel, masih terus terdengar di udara.(*) 

Oleh Oleh Andy Jauhari
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2009