Sungguminasa, Sulsel (ANTARA News) - Mantan Wakil Presiden, Jusuf Kalla, meminta kepada Pemerintah Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan agar segera membongkar asetnya (bekas pabrik kertas) agar tidak menghalangi pembangunan Fakultas Teknik Unhas.

"Ini proyek terbesar di Indonesia, kok harus tertunda. Sepuluh tahun kedepan belum tentu ada proyek seperti ini lagi di Sulsel," kata Kalla saat berkunjung ke lokasi pembangunan Fakultas Teknik Unhas Gowa, Minggu.

Pembangunan proyek senilai Rp1,3 triliun terkendala sejumlah bangunan bekas pabrik gowa di atas lahan. Nilai bangunan bekas pabrik gula diperkirakan Rp18 miliar.

Permintaan Kalla untuk segera membongkar bekas pabrik kertas itu karena pembangunan Fakultas Teknik Unhas Gowa harus tertunda.

Tidak hanya itu, serapan dana bantuan dari pemerintah Jepang melalui JICA juga terpaksa tidak terserap sepenuhnya.

"Kenapa saya menyuruhnya untuk segera membongkar bekas pabrik kertas itu karena proyek ini merupakan proyek besar," ujarnya.

Sebelumnya, pihak Universitas Hasanuddin telah bersepakat dengan Pemerintah Kabupaten Gowa agar aset tersebut disingkirkan dari wilayah proyek pembangunan Fakultas Teknik Unhas Gowa. Namun, sampai sekarang, aset tersebut belum juga berpindah.

"Jalan aja lah. Kan sudah ada persetujuan untuk membongkar aset," kata JK kepada sejumlah pekerja di tempat itu.

Sementara itu, Vice Head Project Implementation Unit (PIU) Unhas, Rafiuddin Syam, mengatakan, pembangunan paket I Unhas Gowa saat ini sudah terlambat sekitar enam bulan.

Akibatnya, pemerintah Indonesia terpaksa harus membayar komitmen "fee" kepada Jepang yang juga terlibat dalam pembangunan tersebut. Tidak hanya itu, pemerintah Indonesia juga terpaksa harus membayar keterlambatan ke konsultan proyek senilai Rp10 miliar dalam kurun waktu itu.

Rafiuddin menambahkan, akibat keterlambatan itu, serapan dana pemerintah Jepang melalui JICA juga terhambat. Dia mengatakan, seharusnya, untuk tahun ini, serapan dana untuk pembangunan tersebut senilai Rp 412 miliar. Namun, karena pembangunannya terlambat, dana yang terserap hanya sekitar Rp150 miliar.  (MH/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010