Jakarta (ANTARA News) - Istri mendiang Munir, Suciwati, pesimistis penuntasan kasus pembunuhan terhadap suaminya berhasil jika Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri), dipimpin Komisaris Jenderal Timur Pradopo.

"Saya tidak optimitis untuk itu" ujar Suciwati di kantor Komisi orang hilang dan tindak kekerasan (Kontras), Jakarta, Jumat.

Suciwati beralasan bahwa calon tunggal Komjen Timur Pradopo bukanlah polisi yang menghormati hak asasi manusia (HAM), bahkan dalam catatan perjalanan karirnya, ia termasuk dalam polisi yang diduga menjadi salah satu yang harus bertanggung jawab dalam kasus kerusuhan 1998.

"Rekam jejak itu sangat penting. Jika banyak pihak yang mengatakan bahwa Timur tidak terbukti bersalah (dalam kerusuhan Mei 98), itu karena memang pengadilannya tidak pernah ada," ujar Suciwati.

Dengan alasan itu, Suciwati sangat menyayangkan atas pengajuan sosok Timur Pradopo tersebut sebagai calon Kapolri baru.

Ia menyatakan masa depan kasus Munir selain bergantung pada kejaksaan agung, juga bergantung pada langkah kepolisian.

"Khususnya, penyidikan ulang atas keterlibatan Muchdi PR, mencari novum dan melakukan penyidikan terhadap aktor intelektual lain yang telah disebutkan di persidangan sebelumnya (sidang Pollycarpus dan Muchdi PR)," katanya.

Oleh karenanya, Suciwati meminta kepada Presiden agar menjadikan penyelesaian kasus Munir sebagai indikator keberhasilan Kapolri maupun Kejaksaan yang akan dipilih nanti.

"Selain itu, saya juga meminta DPR untuk menjadikan kasus Munir sebagai ukuran keberhasilan Kapolri maupun Kejaksaan dengan cara menanyakan bagaimana skenario penyelesaian kasus Munir ke depan, khususnya pasca Muchdi PR bebas, terutama soal PK," ujar Suciwati.

Munir adalah pendiri Kontras meninggal dunia di atas pesawat Garuda dengan nomor GA-974 pada 7 September 2004, lalu. Saat itu, pria kurus berkumis tebal itu tengah menuju Amsterdam untuk melanjutkan kuliah pasca-sarjana.

Setelah diotopsi di Belanda, jenazah Munir langsung dibawa pulang ke Indonesia untuk dimakamkan di kota kelahirannya, Batu, Malang, Jawa Timur pada 12 September 2004. Dan sampai kini, belum diketahu siapa dalang di balik pembunuhan lewat racun arsenic itu.  (ANT-136/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010