Medan (ANTARA News) - Keuntungan impor gula Rp15,6 miliar yang diraih Perum Bulog bukan sesuatu yang membanggakan Indonesia yang sebelumnya dikenal produsen bahan pemanis makanan dan minuman tersebut.

"Seharusnya kita malu," kata ekonom dari Universitas Sumatera Utara (USU) Jhon Tafbu Ritonga kepada ANTARA Medan, Sabtu.

Secara nominal saja, kata Jhon Tafbu, keuntungan sebesar Rp15,6 miliar itu bukan jumlah yang besar, apalagi jika dikaitkan dengan status Indonesia sebagai produsen gula yang seharusnya tidak perlu mengimpor.

Jika potensi tanah Indonesia yang subur dikelola dengan baik untuk kepentingan industri gula, jumlah keuntungan yang diraih akan lebih besar. Selain itu, pemanfaatan tanah untuk industri gula nasional juga memberi peningkatan kesejahteraan rakyat.

"Tempat menanamnya sama-sama di tanah kok," katanya.

Dia mengatakan, pemerintah seharusnya mengintensifkan produksi dalam negeri, diantaranya dengan mengubah kebijakan tata kelola produksi dan industri gula yang selama ini didominasi PTPN.

"Kalau swasta bisa untung, kenapa tidak diberi kesempatan luas?" katanya.

Dirut Perum Bulog Sutarto Alimoeso mengungkapkan perusahaannya untung hingga Rp15,6 miliar dari kegiatan impor gula sepanjang 2010 yang mencapai 48 ribu ton.

"Jadi tidak benar kalau dikatakan Bulog tidak memperoleh keuntungan (dari impor gula)," katanya. (*)

I023/R014/AR09

Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010