Jakarta (ANTARA News) - Ketika 33 pekerja tambang masih terperangkap di bawah tanah di guru Atacama, Chile pada 5 Agustus, kehidupan anggota keluarga mereka terkatung-katung, tapi mereka membentuk masyarakat sementara di dekat mulut tambang.

Permukiman yang telah didirikan oleh keluarga pekerja tambang tersebut, yang telah diberi nama Camp Hope, adalah saksi dari penantian menyakitkan selama dua bulan --yang diperkirakan akan berakhir dengan diselamatkannya para pekerja tambang pada pekan ini, sebagaimana dikutip dari Reuters.

Gambar mengenai pekerja tambang yang terjebak, pesan dukungan dan kalima agama menghiasi rumah tenda sementara dan lingkungan terjal Camp Hope.

"Jimmy, apa yang terjadi di batu karang ini adalah keajaiban Tuhan" begitulah tulisan yang tertera di salah satu batu besar yang ada di sekitar tambang di wilayah gersang di bagian utara-jauh Chile tersebut.

Tulisan itu ditujukan kepada Jimmy Sanches, pekerja tambang termuda (19) yang terjebak di satu lorong hampir 625 meter di bawah permukaan tanah selama lebih dari dua bulan. Selama 17 hari pertama, semua pria tersebut tak bisa mengadakan kontak dengan dunia luar dan keluarga mereka mengkhawatirkan kondisi terburuk, demikian laporan kantor berita Inggris Reuters.

Namun sepanjang waktu, keluarga penghuni Camp Hope, yang berjaga, meski mereka dilanda kecemasan dan tak putus berdoa, telah membuat diri mereka sibuk sambil menunggu di bawah sengatan sinar Matahari gurun pada siang hari dan gigitan udara dingin pada malam hari.

Api unggun di luar tenda menerangi kegelapan malam di salah satu tempat paling kering di Bumi.

Beberapa fasilitas telah bermunculan dengan cepat. Ada toilet umum, ruang sekolah untuk membantu anak-anak mengikuti pelajaran dan kafetaria yang melayani makan siang dan makan malam.

Bahkan ada badut yang terus membuat anak kecil tetap terhibur. Pada Ahad, saat semua keluarga merayakan penyelamatan yang diperkirakan sebentar lagi terjadi atas keluarga tercinta mereka, anak-anak mengenakan pakaian indah dan berlari-larian di sekitar tenda, sambil bernyanyi dan berteriak-teriak.

Di satu tenda, bahkan ada salon kecantikan, biarpun penampilannya agak kumuh.

"Saya perlu kelihatan lebih cantik daripada sebelumnya buat dia," Cristina Nunez, pasangan pekerja tambang Caludio Yanez, setelah rambutnya diber warna kemerahan di salon tersebut.

Kafetaria Camp Hope berada di belakang altar yang berisi patung Virgin Mary, helm pekerja tambang dan surat dari orang yang tak hadir tersebut, yang dikirim ke atas dari bawah tanah melalui sistem saluran.

Sebagian anggota keluarga ingin mempertahankan kamp itu. Mari Segovia, saudara perempuan pekerja tambang Dario, telah mengusulkan agar kamp tersebut dipertahankan untuk tempat liburan.

Carlos Alvarez, kemenakan pekerja tambang Daniel Herrera, mengatakan kamp itu mesti diubah jadi museum. Yang lain mengatakan 33 bendera Chile yang dikibarkan dari atas satu bukit yang menjorok ke kamp tersebut mesti dipertahankan selamanya.

Alvarez adalah salah seorang penghuni kamp itu yang meninggalkan pekerjaannya ketika kecelakaan tersebut menjerumuskan keluarganya ke dalam ketidak-pastian 66 hari lalu.

"Saya adalah juru masak handal, tapi segera setelah ini terjadi, saya berhenti kerja. Ini masalah besar, tapi orang harus berkumpul bersama keluarganya," katanya.

Segera setelah perempuan tersebut mendengar tentang kecelakaan itu pada Agustus, Segovia meninggalkan rumahnya dan pekerjaan sebagai juru masak di bagian utara negeri tersebut dan naik bus ke Copiapo, kota kecil terdekat dari tambang San Jose itu.

Dia telah dikecam oleh anggota lain keluarga karena mencuri perhatian. Sebagian telah menuduh dia meminta imbalan buat penampilannya buat tayangan televisi lokal.

Segovia membantah itu dan mengatakan seperti warga lain Camp Hope, dia cuma sangat ingin melanjutkan hidupnya bersama suami, ayah dan saudara yang akan kembali.

Ia mengatakan prioritasnya ialah kembali membuat "kue terbaik di Chile".
(C003/A024)

Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2010