Ambon (ANTARA News) - Emma Esterlina Leimena (54), cucu mantan Menteri di era Soekarno Johannes Leimena, Minggu, mengungkapkan bahwa keluarga besar Leimena sangat bahagia kakeknya dikukuhkan sebagai pahlawan nasional.

"Berdasarkan apa yang telah dilakukan oleh opa semasa hidup, beliau pantas mendapatkan gelar itu," kata Emma kepada ANTARA menyusul penganugerahan pahlawan nasional oleh Kementerian Sosial kepada Leimena dan sembilan tokoh nasional lainnya.

Kebahagian besar bagi keluarga besar Leimena, katanya, adalah ketika pemerintah mengakui jasa dan pengabdian sang kakek yang berjuang demi bangsa dan negara.

Emma juga menyebyt kebahagian mereka dalah juga kebahagiaan masyarakat Maluku.

"Opa saya itu orang Maluku asli, jadi pantas kebangaan itu menjaid milik semua," kata Emma yang saat ini tinggal sendiri di rumah peninggalan Johannes Leimena di Desa Emma, Kecamatan Leitimur Selatan, Kota Ambon.

Rumah tersebut sedang ia renovasi agar tetap berdiri kokoh sebagai salah satu warisan sejarah Maluku di masa datang.

Barang peninggalan Johannes Leimena yang masih tersisa antara lain, pakaian, buku-buku, meja kerja dan benda-benda yang lekat dengannya semasa hidup.

"Barang-barang peninggalan opa masih lengkap semua," katanya.

Dr. Johannes Leimena lahir di Desa Emma, Kecamatan Leitimur Selatan, Kota Ambon, Maluku pada 6 Maret 1905 dan meninggal dunia dalam usia 72 tahun di Jakarta pada 29 Maret 1977.

Leimena adalah salah satu tokoh politik yang paling sering menjabat sebagai menteri kabinet Indonesia dan satu-satunya yang menjabat menteri selama 21 tahun berturut-turut tanpa terputus dalam 18 kabinet berbeda.

Leimena juga menyandang pangkat Laksamana Madya (Tituler) di TNI-AL.

Dia berpendidikan dokter lulusan STOVIA (School Tot Opleiding Van Indische Artsen), Surabaya, cikal bakal Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Keprihatinan Leimena atas kurangnya kepedulian sosial umat Kristen terhadap nasib bangsa, merupakan hal utama yang mendorong niatnya untuk aktif pada "Gerakan Oikumene".

Setelah lulusSTOVIA, Leimena terus mengikuti perkembangan CSV yang didirikannya saat ia duduk di tahun ke 4 di bangku kuliah. CSV merupakan cikal bakal GMKI (Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia) tahun 1950.

Di Jong Ambon, ia ikut mempersiapkan Kongres Pemuda Indonesia 28 Oktober 1928, yang menghasilkan Sumpah Pemuda. Perhatian Leimena pada pergerakan nasional kebangsaan semakin berkembang sejak saat itu.

Setelah menempuh pendidikan kedokterannya di STOVIA Surabaya (1930), ia melanjutkan pendidikan di Geneeskunde Hogeschool (GHS - Sekolah Tinggi Kedokteran) di Jakarta yang diselesaikannya pada tahun 1939. Ia juga dikenal sebagai salah satu pendiri Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI).

Leimena mulai bekerja sebagai dokter sejak tahun 1930. Pertama kali diangkat sebagai dokter pemerintah di "CBZ Batavia" (kini RS Cipto Mangunkusumo).

Pada 1945, Partai Kristen Indonesia (Parkindo) terbentuk dan pada tahun 1950, ia terpilih sebagai ketua umum dan memegang jabatan ini hingga tahun 1957. Dia juga berperan dalam pembentukan DGI (Dewan Gereja-gereja di Indonesia, kini PGI) pada 1950.

Ketikaa Orde Baru berkuasa, Leimena mengundurkan diri dari tugasnya sebagai menteri, namun ia masih dipercaya Presiden Soeharto sebagai anggota DPA (Dewan Pertimbangan Agung) hingga 1973.

Setelah di DPA, ia melibatkan diri di lembaga-lembaga Kristen yang pernah ikut dibesarkannya seperti Parkindo, DGI, UKI, STT, dan lain-lain.

Ketika Parkindo berfusi dalam PDI (Partai Demokrasi Indonesia, kini PDI-P), Leimena diangkat menjadi anggota DEPERPU (Dewan Pertimbangan Pusat) PDI, dan pernah pula menjabat Direktur Rumah Sakit DGI Cikini. (*)

KR-IVA/J007/AR09

Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010