Yogyakarta (ANTARA News) - Seluruh kegiatan penambangan pasir di kawasan kaki Gunung Merapi harus dihentikan menyusul dinaikkannya status aktivitas vulkanik gunung itu dari Waspada menjadi Siaga sejak Kamis petang.

Kepala Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta Subandrio, di Yogyakarta, Kamis malam, mengatakan, semua aktivitas penambangan pasir di kawasan kaki Merapi harus dihentikan, begitu pula kegiatan pendakian ke gunung ini, setelah status aktivitas vulkanik Gunung Merapi dinaikkan menjadi Siaga sejak 21 Oktober 2010 pukul 18.00 WIB.

Ia juga meminta masyarakat di sekitar gunung itu terutama yang tinggal di kawasan rawan bencana Merapi untuk lebih meningkatkan kewaspadaannya.

Gunung Merapi sebelumnya berstatus Waspada sejak 20 September 2010.

Menurut Subandrio, status aktivitas vulkanik Merapi dinaikkan dari Waspada menjadi Siaga karena sudah memenuhi beberapa parameter. "Perkembangan seismik di gunungapi ini mengalami kecenderungan peningkatan dari hari ke hari, meskipun data seismik yang meliputi guguran, gempa "multiphase" (MP) atau gempa permukaan, dan gempa vulkanik bergerak fluktuatif.

Ia mengatakan sejak 20 Oktober 2010 terjadi peningkatan seismik yang cukup tinggi, yaitu 85 kali guguran, 479 gempa MP, dan 39 gempa vulkanik dalam serta gempa vulkanik dangkal.

Berdasarkan data pada Kamis (21/10) sejak pukul 00.00 sampai 07.00 WIB terjadi peningkatan aktivitas seismik khususnya gempa vulkanik, yaitu 70 kali gempa vulkanik dalam dan dangkal, 69 kali gempa MP, serta 32 kali guguran material vulkanik.

Menurut dia, peningkatan aktivitas seismik di gunung berketinggian 2.968 meter di atas permukaan laut
(mdpl) ini yang menjadi salah satu ciri adalah peningkatan aktivitas fluida magma yang semakin terdorong ke permukaan.

"Magma sudah hampir mencapai permukaan, dan diperkirakan sudah bersinggungan dengan kubah lava yang lama. Mungkin jaraknya dari permukaan puncak gunung sekitar satu kilometer," katanya.

Selain adanya peningkatan seismik, kata Subandrio, terjadi pula deformasi (pemekaran) di gunung ini, yang telah mencapai 1,7 meter khususnya ke arah selatan.

"Erupsi bisa terjadi kapan saja. Besar energi yang akan dikeluarkan juga belum bisa diprediksi, begitu pula dengan arah erupsinya, sehingga membutuhkan kesiap-siagaan semua pihak," katanya. (E013/K004)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010