Jakarta (ANTARA News) - Sejumlah peneliti menemukan sebuah gen yang dapat menyebabkan gejala depresi, sehingga kemungkinan penyakit itu dapat disembuhkan dengan terapi gen.

Mereka menguji sebuah teknik terapi gen serupa pada otak penderita penyakit Parkinson dan mungkin dapat dengan cepat mengadaptasinya untuk depresi.

Gen (dari bahasa Belanda: gen) adalah unit pewarisan sifat bagi organisme hidup.

"Kami berpotensi memiliki terapi untuk menyasar apa yang kini kami yakini sebagai penyebab dasar dari depresi," kata Michael Kaplitt dari Cornell Medical College dan koleganya.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), depresi diderita sekitar 121 juta orang di seluruh dunia, dan didiagnosa pada sedikitnya 13 juta kaum dewasa di Amerika Serikat (AS) setiap tahun.

Depresi menjadi faktor utama pada kejadian bunuh diri dan sedikitnya 27 juta rakyat Amerika menelan obat antidepresi.

Penyebab depresi cukup kompleks dan setiap pasien memberikan respons yang berbeda terhadap pengobatan.

Tim Kaplitt mengamati aktivitas sebuah gen yang disebut p11 di bagian dari otak yang disebut "nucleus accumbens".

"Ini adalah pusat otak untuk memberikan kepuasan," kata Kaplitt, seorang ahli bedah syaraf, seperti dikutip Reuters.

Menurut dia, salah satu masalah utama dalam depresi adalah apa yang disebut "anhedonia", yaitu ketidakmampuan untuk merasa puas atau gembira atau mengisi hidup dengan kegiatan yang menyenangkan.

Gen p11 membantu mengatur sinyal serotonin, bahan kimia otak yang berkaitan dengan suasana hati, tidur dan ingatan. Banyak obat antidepresi ditujukan pada serotonin.

Tim riset itu menggunakan tikus yang megnalami kekurangan p11 aktif dan mengalami depresi.

Tikus depresi

"Jika Anda menjungkirkan tikus dengan memegang ekornya, tikus itu cenderung melawan untuk bangkit. Seekor tikus yang menunjukkan perilaku depresi akan diam saja," kata Kaplitt.

Tim Kaplitt menguji terapi gen untuk penyakit otak yang lain, yaitu Parkinson pada orang. Mereka menggunakan vektor yang sama yaitu virus yang digunakan untuk membawa gen baru ke dalam tubuh untuk sebuah terapi gen menggantikan p11.

Terapi gen itu mengubah perilaku tikus depresi, demikian menurut laporan mereka dalam jurnal Science Translational Medicine.

Namun membawa keluar sebuah gen dan kemudian menggantinya pada tikus tidak membuktikan bahwa gen menyebabkan gejala pada manusia, atau meningkatkan produksinya akan mengatasi depresi pada manusia.

Karena itu, mereka mengamati contoh otak yang diambil dari orang yang menderita depresi yang telah meninggal dunia dan membandingkannya dengan contoh dari orang yang tidak mengalami depresi.

Mereka menemukan bahwa kadar p11 dalam wilayah "nucleus accumbens" jauh lebih rendah pada pasien depresi.

Terapi gen untuk penderita depresi masih harus melalui jalan panjang untuk diuji coba pada manusia, kata Kaplitt, meskipun percobaan pada penderita Parkinson menunjukkan terapi itu aman.

Terapi gen, yaitu mengganti atau meningkatkan aktivitas sebuah gen yang cacat untuk mengobati penyakit masih dianggap sebagai percobaan tingkat tinggi, meskipun ada sejumlah keberhasilan dalam mengobati sejumlah bentuk kebutaan dan kekurangan kekebalan tubuh.

"Satu dari langkah utama selanjutnya adalah mencoba dan mengujinya pada primata non-manusia," katanya.

Ia mengatakan timnya bekerja sama dengan sebuah tim pada National Institute of Mental Health, satu dari National Institutes of Health, untuk menguji ide itu pada monyet.

Penelitian itu dibiayai oleh pemerintah AS dan Swedia serta sejumlah yayasan swasata, namun Kaplitt telah mendirikan sebuah perusahaan bernama Neurologix Inc, yang memiliki hak atas kekayaan intelektual resmi untuk terapi gen p11 bagi gangguan perilaku. (*)

N002/Z002

Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010