Singaraja (ANTARA News) - Bupati Kabupaten Buleleng Putu Bagiada, di Kota Singaraja, kawasan utara Pulau Bali, Kamis, mengatakan, selama ini masyarakat di Desa Lemukih hanya mendapat janji kosong yang menghembuskan tanah yang telah disertifikatkan oleh sekelompok masyarakat, bisa dikembalikan ke adat.

"Masyarakat Desa Lemukih jangan pernah percaya dengan janji kosong yang hanya sekedar mimpi indah di siang hari dari para provokator itu. Karena tidak ada tanah adat di sana," ujar Bupati Bagiada dalam acara pembukaan Pekan Olahraga Kabupaten (Porkab) Buleleng di Lapangan Mayor Metra Singaraja.

Dikatakan, masyarakat diharap betul-betul memahami "Awig-awig" atau aturan Desa Pakraman Lemukih yang sudah disahkan sejak tahun 1986 tersebut.

Dimana, lanjut Bagiada, dalam aturan tersebut sudah sangat jelas disebutkan letak-letak tanah yang dikatakan milik "Pelaba Pura" atau lahan adat Desa Pakraman Lemukih.

"Jangan pernah percaya dengan orang-orang yang memiliki kepentingan khusus atas sengketa tanah yang saat ini menimbulkan konflik," kata Bagiada menegaskan.

Menurut Bagiada, saat ini masyarakat Desa Lemukih sedang di adu domba dengan warga mereka sendiri dan itu dilakukan oleh orang yang disebut pemimpin pemerintahan Kabupaten Buleleng ini dengan istilah "Provokator".

Terkait dengan konflik yang saat ini sedang berlangsung di kawasan Desa Lemukih, Bagiada mengatakan pemerintah kabupaten sudah memberikan sejumlah data lengkap ke Departemen Dalam Negeri untuk mendapat tindak lanjut dari pemerintahan pusat Jakarta.

"Nanti biar pemerintah pusat turut menilai terkait dengan permasalah yang kini sudah menjadi isu nasional tersebut. Karena, segala data mengenai sengketa tanah di Lemukih sudah dikirim semua," papar Bagiada.

Berdasarkan keterangan Bagiada, sengketa tanah adat di Desa Lemukih mulai muncul sejak beberapa tahun silam setelah sekelompok warga mengajukan ke pemerintah pusat untuk menjadikan tanah negara di Lemukih menjadi hak milik.

Pengajuan sertifikasi tanah tersebut berlangsung setelah sejumlah penggarap lahan sudah mengerjakan kawasan tersebut berpuluh tahun lamanya dan diperkirakan sejak tahun 1930-an.

Hal tersebut menjadi pemicu konflik yang berujung dengan aksi-aksi separatis pembakaran rumah warga dari kelompok pemegang sertifikat tanah di Desa Lemukih.  (ANT/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010