Jakarta (ANTARA News) - Staf Khusus Presiden Bidang Bencana Alam , Andi Arif mengakui ada keterlambangan penanganan tanggap darurat bencana tsunami di Kabupaten Mentawai Sumatera Barat karena kesimpangsiuran informasi.

"Kita tidak memperkirakan akan ada tsunami setelah terjadi gempa bumi berkekuatan 7,2 SR. Bahkan pada pagi hari itu, kami baru tahu ada tsunami dari media online," kata Andi Arif pada diskusi Penanggulangan Bencana di Jakarta, Sabtu.

Andi Arif menjelaskan, keterlambatan penanganan tanggap darurat di Mentawai sektar 12 jam pertama terjadi karena pesawat helikopter yang tersedia untuk menjangkau lokasi bencana di Kepulauan Mentawai sangat terbatas.

Menurut Andi, Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sumatera Barat menghubungi dirinya melalui telepon seluler menyatakan kekurangan helikopter untuk menjangkau lokasi bencana di Mentawai.

"Menurut petugas BPBD yang menghubungi saya, untuk menjangkau lokasi bencana di Mentawai harus menggunakan helikopter tidak bisa dijangkau menggunakan kapal laut," katanya.

Karena itu, kata dia, pemerintah kehilangan waktu sekitar 12 jam untuk mencari pesawat helikopter yang bisa digunakan ke Mentawai.

Menurut Andi, sebetulnya banyak helikopter yakni milik TNI, Polri, dan satuan reaksi cepat Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), tapi helikopter baru bisa digunakan pada Rabu (27/10) pagi setelah dilakukan rapat koordinasi di rumah dinas Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno pada Selasa (26/10) malam.

"Pada Rabu pagi itu yang bergerak memberikan bantuan tidak hanya helikopter juga kapal perang digunakan untuk memberikan bantuan," katanya.

Informasi yang dihimpun dari Pemerintah Kabupaten Mentawai menyebutkan, hingga Sabtu pagi korban tewas mencapai 498 jiwa dan korban hilang sebanyak 212 jiwa.
(R024/A011)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010