Yogyakarta (ANTARA News) - Letusan Gunung Merapi yang kerap terjadi adalah tipe letusan kombinasi Piropilastika yakni letusan gunung yang memuntahkan materi vulkanik dan awan panas yaitu kerikil maupun pasir halus, kata pakar Geologi Universitas Pembangunan Nasional `Veteran` Yogyakarta, Sari Bahagiarti.

Diminta komentarnya tentang letusan Gunung Merapi, di Yogyakarta, Sabtu, ia mengatakan letusan Gunung Merapi kali ini hampir sama dengan letusan Gunung Merapi pada 1930.

"Berdasarkan catatan sejarah di tata dasar gunung api, letusan pada 1930 merupakan letusan yang paling besar yang menewaskan 300 jiwa dengan jarak luncur awan panas atau `wedus gembel` mencapai 12 kilometer dan itu merupakan jarak luncur paling jauh," katanya.

Menurut dia, aktivitas Gunung Merapi saat ini sangat aneh dan sulit untuk diprediksi kemana arahnya, namun yang jelas arah luncur awan panas menyesuikan dengan jalurnya yakni pada alur lembah.

Ia mengatakan aktivitas Gunung Merapi ini juga dapat mengalami kenaikan maupun penurunan sesuai dengan faktor lingkungan yang ada di sekitar Gunung tersebut.

"Letusan menurun ditandai dengan jarak jangkauan awan panas menurun serta bumbungan gasnya rendah. Namun bisa juga aktivitas Gunung Merapi ini meningkat atau mencapai letusan klimaks erupsi gunung api atau yang disebut dengan letusan parosiskmal," katanya.

Menurutnya, kondisi dan aktivitas Gunung Merapi memungkinkan ancaman letusan parosiskmal yang merupakan letusan klimaks dari gunung api.

"Letusan parosiskmal adalah letusan klimaks dari aktivitas gunung api yang akan mengeluarkan seluruh isi di dalam gunung api tersebut yang ditandai dengan magma yang keluar dari perut gunung, tekanan dan energi yang cukup tinggi di sekitar gunung tersebut dan diikuti dengan longsoran bagian gunung api tersebut," katanya.

Sementara itu, Sari juga mengatakan jika sebagian besar gunung api di Indonesia berada pada satu kawasan tata tektona yang sama sehingga mempengaruhi keaktifan antargunung api.

"Jika salah satu gunung api ada yang aktif maka akan mempengaruhi gunung api lainnya juga akan aktif, karena kondisi gunung api di Indonesia berada di tata kawasan tektona yang sama," katanya.

Namun, ia berharap dan menghimbau kepada masyarakat, khususnnya masyarakat di Yogyakarta untuk tetap menjauh dari kawasan puncak Gunung Merapi sesuai dengan komando dari pemerintah daerah dan pihak-pihak terkait.

"Bagi masyarakat Yogyakarta, agar menjauh dari kawasan Gunung Merapi, sesuai dengan kententuan zona daerah aman yang telah di tentukan," katanya.

Ia mengatakan aktivitas Gunung Merapi berbeda dengan aktivitas gunung api lainnya di Indonesia. "Aktivitas Gunung Merapi ini tergolong unik dan menarik, maka sejumlah peneliti tertarik untuk mengkaji dan meneliti gunung yang terletak di antara Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah ini," katanya.

Sari juga mengatakan sebenarnya perkembangan aktivitas Gunung api juga dapat dianalisa dengan visual dan juga telah ada alat yang didesain khusus untuk mengamati dan mengetahui perkembanganya.
(ANT/A024)

 


Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2010