Jakarta (ANTARA) - PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) mulai menguji coba perdagangan emisi karbon dengan melibatkan 80 unit pembangkit listrik tenaga uap berbahan bakar batu bara milik perseroan.

Executive Vice President Komunikasi Korporat dan CSR PLN Agung Murdifi mengklaim pihaknya menjadi perusahaan pertama di Indonesia yang telah mengeksekusi perdagangan emisi karbon.

"Uji coba ini mendorong unit PLTU untuk melakukan upaya penurunan emisi, baik di dalam lokasi PLTU maupun di luar lokasi PLTU dengan melakukan pembelian kuota emisi dan offset karbon,” kata Agung dalam keteranganya di Jakarta, Jumat.

Pemerintah telah menetapkan batas intensitas emisi yang dihasilkan PLTU, yakni sebesar 0,918 ton karbon dioksida per megawatt hour (MWh) untuk pembangkit berkapasitas lebih dari 400 megawatt (MW).

Kemudian 1,013 ton karbon dioksida per MWh untuk pembangkit berkapasitas 100-400 MW, dan 1,094 ton karbon dioksida per MWh untuk pembangkit di mulut tambang dengan kapasitas 100-400 MW.

Batasan tersebut menentukan jumlah alokasi kuota emisi masing-masing PLTU. Apabila emisi pembangkit melebihi alokasi kuota emisi dapat membeli kuota emisi dari PLTU lain yang memiliki surplus kuota emisi.

PLTU Tanjung Jati B Unit IV milik PLN merupakan salah satu pembangkit yang telah menjalankan tahap uji coba perdagangan karbon dengan surplus kuota emisi yang cukup besar.

Dalam uji coba perdagangan emisi tersebut PLTU Tanjung Jati B Unit IV berhasil melakukan transfer kuota emisi kepada PLTU Punagaya, PLTU Pangkalan Susu, PLTU Sebalang dan PLTU Teluk Sirih dengan harga Rp30.000 untuk setiap satu ton karbon dioksida yang ditansfer.

Sejauh ini, sektor ketenagalistrikan Indonesia sendiri menyumbangkan 14 persen dari keseluruhan emisi nasional. Porsi ini termasuk yang terendah di antara lima negara terluas di kawasan Asia Tenggara.

Sektor ketenagalistrikan Filipina dan Vietnam, misalnya masing-masing berkontribusi 30 persen terhadap emisi, sedangkan Malaysia mencapai 32 persen kontribusi emisi.

Agung menambahkan pihaknya berkomitmen untuk terus mendorong upaya penurunan emisi karbon pada subsektor ketenagalistrikan guna mencegah perubahan iklim.

"Dalam semangat transformasi dan juga strategi pengembangan bisnis masa depan, PLN telah menyiapkan peta jalan yang akan mendukung upaya global untuk menuju era emisi nol karbon," ujar Agung.

Selain perdagangan emisi karbon, PLTU milik PLN Grup juga telah melakukan pengimbangan emisi atau offset dengan membeli kredit karbon yang dihasilkan oleh beberapa PLTA melalui program Verified Carbon Standard (VCS).

PT PJB UP Paiton merupakan PLTU pertama di Indonesia yang melakukan offset karbon dengan membeli kredit karbon yang dihasillkan PLTA Musi.

Langkah tersebut lantas diikuti oleh PLTU milik PT PJB UBJ O&M PAITON, PLTU Tanjung Jati B milik PLN, PT PJB UBJ O&M PLTU Tanjung Awar-Awar, PT PJB UBJ O&M PLTU Indramayu, dan PT PJB UBJ O&M PLTU Rembang.

"Uji coba sistem perdagangan emisi merupakan sarana pembelajaran awal terhadap penerapan mekanisme perdagangan emisi dan offset karbon," pungkas Agung.

Baca juga: Perdagangan karbon dan perannya dalam menurunkan emisi
Baca juga: Pemerintah buka skema perdagangan emisi karbon PLTU batu bara
Baca juga: Co-firing biomassa jadi strategi PLN kurangi emisi karbon PLTU

Pewarta: Sugiharto Purnama
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2021