Surabaya (ANTARA News) - Suku bunga perbankan dinilai menghambat kinerja pengembangan pelaku usaha furnitur nasional, sedangkan pemerintah sendiri minirm dalam memberikan dukungan kepada industri tersebut.

"Pemberlakuan suku bunga perbankan harus diwaspadai oleh pelaku industri yang menjadi bagian dari ekonomi makro," kata Sekretaris Eksekutif Asosiasi Permebelan dan Kerajinan Indonesia (Asmindo), Chilman Suaedy, di Surabaya, Selasa.

Menurut dia, suku bunga perbankan memiliki pengaruh sistemik terhadap biaya produksi dan usaha baik di tingkat hulu maupun hilir.

"Biaya kemahalan usaha furnitur nasional sangat tinggi dibandingkan penerapan di negara tetangga," ujarnya.

Ia mencontohkan, bahan baku kayu yang diolah di Indonesia seperti di Jatim rata - rata sudah terkena biaya kemahalan 50 persen.

"Biaya kemahalan tersebut meliputi pengangkutan bahan baku kayu 15 persen, pengolahan dengan mesin pabrik 15 persen, biaya penjualan ke pasar 15 persen, dan 5 persen biaya lain - lain," katanya.

Dia menyebutkan, di Vietnam biaya kemahalan seluruh unsur tersebut dikenakan 20 persen menyusul tingginya perhatian pemerintah Vietnam terhadap peningkatan kinerja pebisnis furnitur.

"Untuk itu, kami minta pemerintah bisa memberikan perhatian dan dukungan lebih besar bagi pengembangan usaha pelaku industri furnitur," katanya.

Pemerintah seharusnya bisa menekan suku bunga perbankan di posisi ideal antara 4 - 6 persen atau maksimal 6,5 persen seperti BI Rate," katanya.(*)

ANT/B008/AR09

Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010