anak di bawah usia 12 tahun juga memiliki hak yang sama dalam mendapatkan perlindungan dari risiko penularan COVID-19 sekaligus untuk menyelamatkan pendidikan mereka
Semarang (ANTARA) -
Himpunan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Anak Usia Dini Jawa Tengah meminta pemerintah memberikan perlindungan yang baik bagi anak-anak yang tidak divaksin COVID-19.

"Ketersediaan vaksin belum sepenuhnya mampu menjangkau seluruh elemen masyarakat. Di satu sisi anak di bawah usia 12 tahun juga memiliki hak yang sama dalam mendapatkan perlindungan dari risiko penularan COVID-19 sekaligus untuk menyelamatkan pendidikan mereka," kata Ketua Himpaudi Jateng Dedy Andriyanto di Semarang, Sabtu.

Ia menjelaskan bahwa mulai 1 Juli 2021 pemerintah memang telah mengeluarkan kebijakan terkait dengan program vaksinasi COVID-19, dimana anak usia 12 hingga 17 tahun juga perlu mendapatkan vaksinasi sebagai ikhtiar perlindungan terhadap risiko penularan COVID-19.

Menurut dia, COVID-19 telah membuat perubahan besar tak terkecuali paradigma pendidikan di negeri ini, mulai dari orang tua yang mendadak harus berperan sebagai pendidik hingga bagaimana pendidikan harus menyesuaikan dengan situasi yang belum sepenuhnya aman dari pandemi.

"Pandemi membuat dunia pendidikan ikut terpuruk, tetapi kita juga harus bisa bersama- sama berbuat agar pendidikan anak- anak tidak terhenti," ujarnya saat menjadi pembicara pada webinar bertema "Menyelamatkan Pendidikan Anak di masa Pandemi" yang digelar Akatara- Jurnalis Sahabat Anak bersama UNICEF.

Ia menyebutkan yang diperlukan anak di masa pandemi COVID-19 adalah perlindungan dan bentuk perlindungan bisa didapatkan dari program vaksinasi bagi yang telah memenuhi ketentuan maupun dari apa yang seharusnya didapatkan anak.
Baca juga: Menteri PPPA: Target vaksinasi anak harus cepat tercapai
Baca juga: Menparekraf apresiasi sentra vaksin anak di Jakarta Barat

"Misalnya dari asupan gizi yang baik, pemenuhan kesejahteraan kesehatan yang lain dan juga menjaga agar anak tidak mendapatkan 'toxic stress' sehingga perlindungan dan perhatian akan menjadi imun yang kuat bagi anak- anak," katanya.

Pengamat Pendidikan Universitas Universitas PGRI Semarang, Ngasbun Egar melihat permasalahan ini dari sudat pandang sosiologi pendidikan yakni adanya kekhawatiran masyarakat terkait nasib sekolah anak- anak di masa pandemi ini akhirnya membuat beberapa lapis masyarakat mendadak mempunyai sikap "untung rugi" terhadap pendidikan jarak jauh selama ini dilakukan.

"Maka sinergi antara keluarga (orang tua), para pendidik di sekolah serta masyarakat menjadi penting di masa pandemi COVID-19. Harus disadari bahwa kondisi ini merupakan sesuatu yang tidak dikehendaki, tapi ini harus disikapi bersama guna mendapatkan 'win-win solution'," ujarnya.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Kabupaten Karanganyar Agam Bintoro dalam paparannya menyampaikan, dalam konteks pandemi COVID-19, maka perlindungan merupakan hak yang harus didapatkan anak.

Menurutnya, pendidikan di masa pandemi telah mejadikan persoalan pemberian hak- hak anak juga semakin kompleks yakni ada kendala psikologis maupun teknis ketika pendidikan mendadak berubah menjadi daring.

"Kendala teknis dipusingkan dengan bagaimana kesulitan mencari sinyal, kendala psikologis bagaimana mental dan semangat belajar anak merisot. Terlebih peran pendidikan bergeser dari sekolah ke rumah atau lingkungan keluarga," katanya.

Kegiatan webinar diawali dengan pagelaran Wayang Kancil berjudul "Kala Kancil Antre Vaksin"yang dimainkan oleh Sanggar Seni Sarotama dari Kabupaten Karanganyar.
Baca juga: ITAGI: Faktor keamanan vaksin penting bagi anak
Baca juga: Moderna perbesar skala uji coba vaksin COVID-19 pada anak

Pewarta: Wisnu Adhi Nugroho
Editor: Muhammad Yusuf
Copyright © ANTARA 2021