Jakarta (ANTARA) - Sekretaris Jenderal MPR RI Ma’ruf Cahyono mengatakan Sidang Tahunan MPR yang sudah diselenggarakan sejak masa jabatan MPR RI 2014–2019 sebagai konvensi ketatanegaraan yang kedudukannya tinggi dalam hukum ketatanegaraan Indonesia.

"Sidang Tahunan ini sudah menjadi konvensi ketatanegaraan yaitu suatu kebiasaan yang muncul dalam praktik penyelenggaraan negara. Praktik ini sudah dilakukan secara terus menerus dan menjadi satu tradisi ketatanegaraan," kata Ma’ruf Cahyono dalam keterangannya di Jakarta, Minggu.

Dia menjelaskan, MPR sejak tahun 2015 sudah menyelenggarakan Sidang Tahunan untuk memfasilitasi lembaga negara menyampaikan laporan kinerjanya kepada masyarakat.

Menurut dia, Sidang Tahunan MPR digelar agar masyarakat mendapatkan informasi tentang lembaga negara selama kurun waktu satu tahun perkembangan pelaksanaan tugas, sebagai bentuk akuntabilitas lembaga negara kepada masyarakat.

"Tentu harapanya ada 'feedback' dari masyarakat sebagai bagian dari evaluasi pelaksanaan Undang Undang dasar oleh para penyelenggara negara. Lembaga-lembaga negara yang menyampaikan laporan kinerjanya ada delapan yaitu MPR, DPR, DPD, Presiden, BPK, MK, MA, KY," ujarnya.

Baca juga: MPR pastikan Sidang Tahunan siap digelar Senin (16/8)

Baca juga: Puan pastikan Pidato Kenegaraan terapkan prokes ketat


Ma’ruf menjelaskan Sidang Tahunan MPR sudah menjadi kesepakatan politik ketatanegaraan dan telah menjadi kebiasaan dalam tradisi ketatanegaraan.

Karena itu menurut dia, Sidang Tahunan MPR disebut dengan konvensi ketatanegaraan dan merupakan tradisi yang baik karena memiliki nilai-nilai kebersamaan dan muncul dari kesepakatan.

"Konvensi yang dilakukan terus menerus berarti konvensi memiliki kekuatan dan melembaga karena bisa diterima semua pihak. Konvensi ketatanegaraan yang baik akan terus berlangsung, dirawat dan dijaga, ini sejalan dengan nilai-nilai demokrasi Pancasila," katanya.

Ma’ruf menjelaskan, dalam hukum ketatanegaraan, selain hukum dasar yang bersifat tertulis atau "written constitution", juga dikenal hukum dasar tidak tertulis atau "unwritten constitution".

Menurut dia, hukum dasar tidak tertulis itu disebut konvensi ketatanegaraan sehingga kedudukannya setingkat dengan hukum dasar tertulis.

"Hampir semua negara demokrasi memiliki konvensi ketatanegaraan untuk melengkapi aturan dasar yang bersifat tertulis," ujarnya.

Dia mengatakan, konvensi ketatanegaraan dibutuhkan seiring dengan dinamika masyarakat, demokrasi, politik dan perkembangan ketatanegaraan yang bergerak cepat.

Baca juga: Ketua MPR memastikan Presiden Jokowi hadiri Sidang Tahunan MPR RI

Baca juga: Sekjen DPR: Sidang Tahunan dilaksanakan dengan penerapan prokes ketat


Menurut dia, dari praktik ketatanegaraan, sepanjang masih konvensi berada dalam koridor konstitusional, konvensi ketatanegaraan dapat dipertimbangkan menjadi pilihan sehingga para penyelenggara negara saat itu mempertimbangkan Sidang Tahunan MPR sebagai sebuah konvensi ketatanegaraan

"Meskipun Sidang Tahunan MPR hanya diwadahi dalam Peraturan Tata Tertib MPR No. 1 Tahun 2019, bukan berarti mereduksi kekuatan sebuah konvensi dalam sistem ketatanegaraan, karena yang menjadi tolok ukur adalah esensi, urgensi dan substansi dari penyelenggara sidang tahunan itu sendiri sebagai konvensi ketatanegaraan," tuturnya.

Menurut dia, Sidang Tahunan MPR menempati kedudukan yang tinggi sebagai konvensi ketatanegaraan yang melengkapi kaidah konstitusional dalam praktik penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara, bukan acara seremonial.

Pewarta: Imam Budilaksono
Editor: Chandra Hamdani Noor
Copyright © ANTARA 2021