PBB (ANTARA News) - Satu komite Majelis Umum PBB, Kamis menyetujui resolusi-resolusi yang mengecam pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia di Korea Utara, Myanmar dan Iran, yang memicu reaksi keras dari delegasi ketiga negara itu.

Seorang pejabat penting Iran mengecam Inggris sebagai "Kerajaan Para Setan," delegasi Korea Utara (Korut) mengatakan negaranya tidak akan mengubah tindakan-tindakan yang banyak dikecam itu, sementara duta besar Myanmar menyebut keputusan itu "kesalahan yang serius."

Penentangan dari China dan negara-negara lain gagal mencegah pengesahan resolusi-resolusi dengan suara mayoritas yang besar.

"Dengan mengecam tiga negara pelanggar hak asasi manusia paling serius dan dan menyoroti praktek-praktek hak asasi manusia di tiga negara ini, para anggota PBB tetap yakin pada kebenaran nilai-nilai yang dibangun PBB," kata duta besar AS untuk PBB Susan Rice.

Iran menimbulkan perdebatan alot, dengan Republik Islam itu bahkan berusaha mencegah dilakukan pemungutan suara itu.

"Pelanggaran-pelanggaran terus terjadi dan terus memburuk," kata duta besar Kanada untuk PBB John McNee, yang negaranya memimpin 42 negara memprakarsai resolusi itu.

Iran tetap menolak imbauan-imbauan internasional menyangkut penggunaan penyiksaan dan eksekusi-eksekusi publik termasuk dengan pelemparan batu dan pencekikan, kata McNee.

"Sikap ini menunjukkan tidak adanya penghargaan terhadap PBB, perjanjian-perjanjian hak asasi manusianya dan praktek-prakteknya," katanya.

Mohammed Javed Larijani, ketua Dewan Hak Asasi Manusia Iran mengemukakan kepada komite itu resolusi-resolusi trrsebut "merusak perdamaian internasional dan pola hidup berdampingan secara damai."

Ia menuduh Amerika Serikat menjadi "otak" dari resolusi sekarang itu.

"Kesalahan kami adalah bahwa demokrasi kami bukan satu replika, bukan fotokopi Xerox dari demokrasi Barat. Kami tidak igin menjadi demokrasi Barat," kata Larijani.

Larijani menyoroti kerusuhan-kerushan yang meinimbulkan korban jiwa di Los Angeles , dan protes-protes di Prancis yang menurutnya menyebabkan "Prancis membara seperti zona perang dan apa yang disebutnya tuduhan-tuduhan "yang menyesatkan" oleh Barat tentang hak asasi manusia.

Inggris, yang ia sebut "Kerajaan Setan," mengirim seorang agen intelijen untuk menembak seorang mahasiswa Iran yang tewas dalam protes-protes setelah pemilihan presiden yang disengketakan tahun 2009, katanya.

Komite itu mnyetujuai resolusi itu dengan 80 suara setuju, 44 menentang dan 57 abstein.

"Lobi Iran menentang resolusi itu gagal," kata Philippe Bolopion, pakar PBB untuk Human Rights Watch.

Seratus negara mendukung resolusi terhadap Korut yang mengecam "penyiksaan dan tidak kekerasan lainnya, yang tidak manusiawi atau perlakuan keras atau penghukuman, termasuk kondisi-kondisi yang tidak manusiawi di tempat-tempat tahanan dan penjara-penjara, eksekusi-eksekusi publik , penangkapan dan penahanan secara sewenang-wenang."

China dan negara-negara Asia lainnya termasuk di antara negara-negara yang menentang resolusi yang disponsori negara-negara Uni Eropa itu.

Wakil duta besar Korut untuk PBB Pak Tok Hun menyebut resolusi itu dan Uni Eropa "konfrontasional."

"Ini adalah salah perhitungan untuk mengharapkan perubahan pada pihak kami melalui pengesahan secara paksa resolusi-resolusi palsu ini," katanya dalam pertemuan itu.

China menentang resolusi itu dengan mengatakan "masalah-masalah hak asasi manusia harus disusun melalui dialog dan kerja sama."

China juga memimpin penentangan resolusi terhadap junta Myanmar, yang menyoroti kondisi yang menyedihkan para tahanan politik, penggunaan penyiksaan dan perlakuan buruk yang tidak manusiawi, tentara anak-anak dan serangan-serangan terhadap warga sipil.

Kendatipun pembebasan pemimpin demokrasi Aung San Suu Kyi, resolusi tiu didukung 96 negara dan ditolak 20 negara dan 60 abstein.

Duta besar Myanmar untuk PBB Than Swe menyebut resolusi itu "kesalahan yang serius."
(ANT/A024)

Pewarta:
Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2010