Jakarta (ANTARA News) - Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa menilai bahwa sudah saatnya Indonesia meratifikasi Traktar Pelarangan Menyeluruh Uji Coba Nuklir atau CTBT untuk memperkuat pengaruh Indonesia sebagai negara pendukung pelucutan senjata nuklir.

"Bagi Indonesia, waktu untuk menunggu telah usai dan saat ini waktunya untuk bertindak,...Tidak lagi memadai bagi Indonesia untuk semata menunggu," kata Menlu di Jakarta, Rabu.

Pernyataan Menlu tersebut menurut keterangan dari Kementerian Luar Negeri dikemukakan oleh Menlu saat menjelaskan rencana Pemerintah untuk pengesahan CTBT (Comprehensive Nuclear-Test-Ban Treaty) dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi I di kantor DPR.

Menurut Menlu, sekarang adalah momentum baru bagi pelucutan senjata, dan kepemimpinan Indonesia perlu ditunjukan dengan secara proaktif meratifikasi CTBT.

Hal itu akan memperkuat posisi dan pengaruh Indonesia sebagai negara yang mendukung pelucutan senjata nuklir serta memberikan tekanan yang kuat bagi negara lain untuk meratifikasi CTBT.

Sebelumnya, walaupun terus aktif dalam CTBT namun Indonesia memutuskan untuk belum meratifikasi traktat tersebut.

Indonesia berpandangan bahwa seharusnya para negara pemilik senjata nuklir yang menjadi pihak yang pertama meratifikasi dan mematuhi CTBT.

Posisi tersebut meningkatkan sorotan dunia kepada negara pemilik nuklir untuk memenuhi kewajibannya yang pada perkembangannya berhasil membuat tiga negara pemilik nuklir yaitu Inggris, Perancis dan Rusia meratifikasi traktat itu.

Keputusan Indonesia untuk meratifikasi CTBT ini telah disambut baik oleh sejumlah negara sahabat dan organisasi internasional seperti Selandia Baru, Jerman, Perancis, Amerika Serikat dan Sekretaris eksekutif CTBT, serta di apresiasi dalam sejumlah forum multilateral seperti Konferensi Kaju Ulang Kesepakatan Anti Penyebaran Nuklir, Majelis Umum PBB, dan Uni Inter-Parlemen.

"Keputusan ini juga telah mendorong sejumlah negara untuk meratifikasi CTBT atau memulai ratifikasi," katanya.

Dalam CTBT, Indonesia dikategorikan pada kelompok annex II atau negara bukan pemilik senjata nuklir namun memiliki kapasitas untuk mengembangkannya.

Komitmen Indonesia terhadap CTBT merupakan keniscayaan dan telah ada sejak traktat itu diinisiasi, dan bahkan menjadi pelopor upaya tersebut.

Pada awal 1990-an, Indonesia bersama Meksiko, Peru, Sri Lanka dan Venezuela, aktif mempelopori upaya untuk mewujudkan sebuah instrumen internasional yang mengatur pelarangan menyeluruh uji coba senjata nuklir.

Menlu Ali Alatas telah berperan sebagai Presiden dari Konferensi Perubahan Traktat Pelarangan Uji-Coba Nuklir Terbatas (Partial Test-Ban Treaty/PTBT) pada 1991.

Dalam kapasitas sebagai Koordinator Pokja Perlucutan Senjata Gerakan NonBlok, Indonesia secara aktif terlibat dalam perundingan CTBT dalam forum Konferensi Perlucutan Senjata di Jenewa hingga akhirnya naskah CTBT disahkan oleh Majelis Umum PBB pada 24 September 1996.

Indonesia konsisten mendukung dan berpandangan CTBT adalah elemen penting di dalam rejim internasional untuk perlucutan dan non-proliferasi senjata nuklir.

Posisi dan komitmen Indonesia diimplementasikan dengan keikustertaannya pada beberapa instrumen dan badan internasional terkait seperti

Di tingkat regional, Indonesia telah menjadi pelopor perumusan Traktat tentang Kawasan Bebas-Senjata-Nuklir di Asia Tenggara pada tahun 1995.(*)

(Tz.G003/R009)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010