Banjarmasin (ANTARA News) - Sekitar 7.600 perusahaan perkebunan dan pertambangan di Indonesia diindikasikan tidak memiliki izin operasional atau diduga ilegal.

Hal tersebut disampaikan Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan pada seminar dan Koordinasi Pemberantasan Mafia Hukum di Provinsi Kalimantan Selatan, Selasa di Aula pertemuan Hotel Arum Banjarmasin.

Menurut dia dari sekitar 8.000 perusahaan perkebunan dan pertambangan, hanya  400 perusahaan yang memiliki izin dan sisanya belum memenuhi prosedur perizinan yang ditetapkan.

Hal tersebut, kata dia, mendapatkan perhatian serius dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk segera dituntaskan.

"Bapak presiden meminta agar masalah tambang dan lainnya yang merusak lingkungan segera dituntaskan setuntas-tuntasnya," katanya.

Selain tidak memenuhi prosedur perizinan, banyak perusahaan juga tidak membayar pajak dan tidak memperhatikan lingkungan, akibatnya hasil tambang tidak memberikan manfaat kesejahteraan bagi masyarakat.

Bahkan, tambah dia, tidak sedikit masyarakat di sekitar tambang justru berada dibawah garis kemiskinan.

Perusahaan-perusahaan tersebut tambah dia, tidak sedikit merupakan perusahaan asing baik dari Thailand, Malaysia dan beberapa negara asing lainnya yang bekerja di Indonesia.

"Banyak perusahaan asing yang bekerja di sektor pertambangan yang tidak mematuhi ketentuan, untuk itu sebaiknya aparat penegak hukum tidak segan untuk memprosesnya," katanya.

Di hadapan ratusan anggota seminar yang sebagian besar dari aparat penegak hukum baik kepolisian, pengadilan dan kejaksaan, Zulkifli menyayangkan kenapa perusahaan tambang di beberapa daerah di Indonesia justru banyak yang dikuasai asing, padahal orang Indonesia sendiri mampu mengelolanya.

"Batu bara kan cukup mudah tinggal mengambil saja, kenapa harus dikuasai asing," katanya.

Terhadap persoalan tersebut, kata dia, pihaknya akan segera memanggil seluruh gubernur dan pemimpin daerah untuk melakukan koordinasi.

Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (Dirjen PHKA), Kementerian Kehutanan Ir Darori mengatakan memastikan data tersebut, Menhut telah mengirimkan surat kepada seluruh gubernur pada 25 Februari 2010.

Dalam surat tersebut seluruh gubernur diminta melaporkan penggunaan kawasan hutan yang tidak prosedural paling lambat 1 Mei 2010.

"Sayang sampai batas waktu tersebut Gubernur Kalsel belum mengirimkan data dimaksud," katanya.

Terhadap perusahaan yang bermasalah, kata Darori, dari kesimpulan rapat dengar pendapat antara Menhut dengan komisi IV DPR-RI pada 22 Februari 2010, Menhut diminta menindak tegas perusahaan pengguna kawasan hutan yang tidak memiliki izin dan tidak memenuhi kewajiban sesui dengan UU nomor 41 tahun 1999.
(U004/Z003/A038)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010