Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Negara BUMN menilai besaran "alpha" (biaya distribusi dan margin) BBM PT Pertamina sebesar delapan persen sudah tidak sesuai dengan kondisi bisnis perusahaan, dan melanggar Undang-Undang BUMN. "Alpha BBM Pertamina harus ditinjau karena hanya membuat keuntugnan pertamina semakin menyusut," kata Sekretaris Kementerian BUMN, Muhammad Said Didu, di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Jumat. Said berpendapat, jika alpha tersebut dipertahankan maka potensi kerugian Pertamina pada tahun 2009 bisa mencapai Rp7 triliun dengan asumsi harga minyak Indonesia (ICP) sebesar 45 per barel. Merujuk hal tersebut, Said menginginkan besaran alpha tersebut direvisi. Sebelumnya, Direktur Keuangan Pertamina Frederick H Siahaan mengumumkan perkiraan laba bersih perseroan pada 2009 sebesar Rp12 triliun turun dari progonosa laba 2008 sebesar Rp30 triliun. Frederick menyatakan, Selain asumsi ICP yang turun dari 101 dolar AS per barel pada 2008, menjadi sebesar 45 dolar AS per barel, penurunan juga dipengaruhi "alpha" yang masih rendah. "Untuk menghindari kerugian, Pertamina meminta pemerintah menaikkan "alpha", katanya. Menurut Said Didu, jika Pertamina tetap memakai tetap dipaksakan memakai alpha sebesar itu, itu artinya terjadi pelaggaran UU BUMN pasal 66, karena pada pasal itu disebutkan pemerintah menugaskan BUMN itu tidak untuk merugi, harus ada margin. "Kami ingin menjalankan UU BUMN itu secara konsekuen. Pemerintah juga jangan membuat BUMN rugi," ujar Said. Ia menambahkan, sangat tidak adil di satu sisi BUMN disuruh bersaing dengan perusahaan migas asing seperti Petronas dan Shell tetapi di sisi lain perusahaan asing itu mengeruk keuntungan. "Perusahaan asing tidak dibebani subsidi, sementara perusahaan milik negara menanggung kewajiban yang besar," ujarnya. Meski begitu Said tidak merinci berapa besaran "alpha" yang ideal bagi Pertamina. Ia hanya menjelaskan, perusahaan migas "pelat merah" itu akan memiliki margin keuntungan nol jika diberi "alpha" 13,4 persen dengan asumsi harga minyak 45 dolar AS per barel.(*)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2009