Jakarta (ANTARA News) - Pengamat ekonomi, Agustinus Prasetyantoko, menilai, selama ini Bank Indonesia (BI) cenderung malu-malu menyikapi aliran uang panas ("hot money") ke Indonesia.

"Kebijakan BI itu cenderung malu-malu dalam menghadapi aliran `hot money` ke Indonesia," kata Pengamat ekonomi dari Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Unika Atma Jaya Jakarta, Agustinus Prasetyantoko, dalam diskusi Outlook Ekonomi dan Prospek Sektor Rill 2011 di Wisma Antara Jakarta, Rabu.

Ia mengatakan, BI terbukti tidak melakukan upaya berupa "capital restriction" untuk mengontrol aliran modal asing tersebut.

Beberapa negara lain secara tegas melakukan capital kontrol terhadap "hot money" yang akan masuk ke negara mereka.

"Sejumlah negara menerapkan kontrol dengan cara kalau ada modal asing masuk maka harus ada pajak yang dibayarkan," katanya.

Namun BI telah memilih upaya untuk terbuka dengan modal asing melalui instrumen SBI yang dilebarkan misalnya tidak boleh ditarik dalam jangka waktu tertentu.

Ia menilai ke depan BI memang belum perlu melakukan capital kontrol karena proyeksi perekonomian global dalam jangka panjang masih penuh dengan ketidakpastian.

"Ini karena tidak ada tempat yang prospektif bagi investor untuk menyimpan dananya selain di `emerging country` seperti Indonesia," katanya.

Desain kebijakan BI yang tidak terlampau tegas dalam menyikapi capital inflow, menurut dia, ada manfaatnya sebab negara-negara yang selama ini menjadi lokomotif perekonomian dunia seperti Amerika Serikat, Eropa, dan Jepang justru menginginkan Indonesia menerapkan capital kontrol.

"Persoalannya menjadi jelas, itu karena mereka mengutamakan kepentingan domestik mereka di mana berapapun uang yang mereka cetak diharapkan tidak akan lari ke negara berkembang," katanya.

Ia menilai dalam beberapa waktu ke depan pemerintah belum perlu melakukan capital kontrol karena justru akan menguntungkan negara maju. (H016/K004)

Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010