Artinya, produk Kopi Lego sudah layak ekspor ke pasar Uni Eropa. Ini membuktikan bahwa kopi rakyat Banyuwangi tidak kalah dengan produk kopi milik perkebunan
Banyuwangi (ANTARA) - Kelompok Tani Kopi Rejo Desa Gombengsari, Kecamatan Kalipuro, Banyuwangi, Jawa Timur, mendapatkan sertifikat dari Lembaga Sertifikasi Organik (LSO) sebagai produsen kopi organik.

"Ini yang membanggakan bagi Banyuwangi yang gencar mengembangkan budi daya kopi organik," ujar Kepala Dinas Pertanian dan Pangan Kabupaten Banyuwangi, Arief Setyawan di Banyuwangi, Rabu.

Kelompok tani kopi tersebut menerima dua sertifikat organik, yakni sertifikat Standar Nasional Indonesia (SNI) dari lembaga sertifikasi Icert Bogor dan sertifikat Ekspor Uni Eropa yang diterbitkan ACT (Organic Agriculture Certification) Thailand, lembaga sertifikasi organik yang berbasis di Thailand.

Berdasarkan dua lembaga sertifikasi itu, kata Arief, Poktan Kopi Rejo secara legal dan konsisten telah memenuhi persyaratan dalam memroduksi kopi organik.

Kopi yang diproduksi Kopi Rejo dengan merek "Kopi Lego" itu juga dinyatakan bebas pestisida dan pupuk kimia berdasarkan pedoman SNI 6729:2016, Permentan No.64/2013, dan Perka BPOM I/2017.

Sementara lembaga ACT Thailand menyebut Kopi Lego telah memenuhi standar pasar Uni Eropa (UE) karena telah sesuai dengan ketentuan standar organik Amerika Serikat dan Kanada.

"Artinya, produk Kopi Lego sudah layak ekspor ke pasar Uni Eropa. Ini membuktikan bahwa kopi rakyat Banyuwangi tidak kalah dengan produk kopi milik perkebunan," ucap dia.

Arief menyebutkan, lahan kopi yang dikembangkan petani Kopi Rejo seluas 32,5 hektare, dan produk yang disertifikasi adalah kopi robusta dan ekselsa dalam bentuk biji kopi (green bean), biji yang sudah di-roasting, serta bubuk kopi.

Menurut dia, budi daya kopi dengan sistem organik sangat menguntungkan petani, karena saat masih non-organik produksinya 700-800 kuintal per hektare, tapi sekarang menjadi 1,3 ton per hektare.

"Harga kopi organik di pasaran lebih tinggi, kopi organik Rp40.000 per kilogram, sedangkan kopi biasa sekitar Rp30.000 per kilogram. Tentu ini meningkatkan kesejahteraan petani," katanya.

Sementara itu, Ketua Poktan Kopi Rejo Banyuwangi Taufik menjelaskan penerapan sistem budi daya kopi organik ini telah dirintis sejak lima tahun lalu.

"Sejak 2016 anggota poktan kami berkomitmen tidak menggunakan pupuk dan pestisida kimia. Kami memilih menggunakan pupuk kompos dari kotoran kambing. Di Desa Gombengsari banyak peternak kambing sehingga mudah mendapatkan bahan bakunya," katanya.

"Kami selalu konsisten menerapkan pertanian organik, mulai budi daya, panen, hingga pasca-panen. Kami sama sekali tidak menggunakan bahan kimia dan Alhamdulillah produk kami terbukti bebas kimia," katanya.

Baca juga: LPEI dampingi petani hasilkan produk berorientasi ekspor

Baca juga: Petani kopi Banyuwangi dapat permintaan ekspor 600 ton ke Swiss

Baca juga: Usaha kopi di Banyuwangi mulai bangkit dari dampak pandemi

 

Pewarta: Fiqih Arfani/Novi Husdinariyanto
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2021