Jakarta (ANTARA News) - Sisa-sisa panas matahari yang mulai sembunyi di balik awan masih terasa membakar wajah di sore itu.  Penat udara bercampur gaduh suara membaur di sebuah bangunan satu lantai di Kecamatan Sukajadi, Kota Pekanbaru, Provinsi Riau.

Karangan bunga ukuran raksasa berderet-deret di gerbang masuk bangunan yang dipadati seratusan manusia dan sebagian di antaranya anak-anak.

Bangunan tersebut adalah sebuah Sekolah Khusus Anak Mandiri, tempat bagi para penderita autis mendapatkan pendidikan sekaligus terapi.

Sekolah khusus itu memiliki banyak ruang dengan berbagai ukuran dan salah seorang bocah kecil duduk di salah satu sudutnya.

Sudut itu tidak begitu mencolok sehingga sosoknya tidak mendapat perhatian dari ratusan orang yang lalu lalang di dekatnya.Bola mata beningnya menyapu sekitar dengan tatapan nanar dan kosong.

Wajah polosnya yang menggemaskan terlihat tanpa ekspresi, benar-benar tanpa ekspresi.

Mimik wajah itu juga tetap datar ketika seseorang mengajaknya berbicara, bahkan dia tidak langsung merespon ketika namanya dipanggil.

Dia seakan tenggelam dengan pikirannya sendiri, dan sibuk memperhatikan lalu lintas manusia di depannya.

Bocah dengan sorot mata cerdas itu adalah Endriko, dia adalah siswa yang bersekolah di Sekolah Khusus Anak Mandiri.

Orang tuanya menyekolahkannya di sekolah itu karena dia adalah anak berkebutuhan khusus yang menderita autis.

Dan hanya menyekolahkan Endriko di sekolah khusus itu orang tuanya merasa tenang dan memberikan kepercayaan sepenuhnya untuk penanganan anak tercintanya.

Sekolah khusus itu didirikan oleh seorang perempuan bernama Rovanita sejak tahun 1999.

Tujuan pendirian seolah itu adalah untuk mewujudkan kebutuhan penanganan terapi anak-anak berkebutuhan khusus yang menderita autis.

Anak-anak berkebutuhan khusus yang bersekolah di situ berusia antara 2 hingga 15 tahun.

Di sekolah itulah Endriko dan kawan-kawan bersekolah, dengan perhatian khusus dari para terapis yang membantu penanganan mereka dengan penuh ketulusan.

Dan di sore hari itu, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Linda Amalia Sari Gumelar datang untuk meresmikan sekolah khusus tersebut.

Peresmian sekolah ini menurut dia sangat relevan dengan upaya kita semua dalam mewujudkan cita-cita pembangunan anak tanpa diskriminasi.

Linda menambahkan pemerintah berkomitmen untuk menjaga empat prinsip dasar terkait anak yakni nondiskriminasi dan kepentingan terbaik bagi anak.

Selain itu hak untuk hidup, kelangsungan dan perkembangan serta penghargaan terhadap pendapat anak.

Semua prinsip ini berlaku untuk semua anak Indonesia tidak terkecuali bagi anak berkebutuhan khusus," katanya.

Untuk itu, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak tengah menyusun kebijakan terkait anak dengan kebutuhan khusus.

"Kebijakan tersebut nantinya bisa dijadikan acuan bagi para pemangku kepentingan," katanya.

Terkait dengan peresmian sekolah khusus, menteri berharap hal itu dapat membantu orang tua untuk memenuhi hak anak untuk mendapatkan pendidikan.

"Dengan sekolah khusus maka anak akan mendapatkan hak nya memperoleh pendidikan tanpa ada perbedaan dengan sekolah biasa," katanya.

Menteri juga mengatakan, anak dengan kebutuhan khusus harus dipandang sebagai generasi muda yang harus ditingkatkan aksesibilitas di masyarakat.

"Seringkali kita lihat ada anak dengan kebutuhan khusus yang berprestasi, hal itu dapat dimulai dengan memenuhi pendidikan mereka sejak dini," katanya.

Dia juga berharap pembangunan sekolah khusus dapat terus ditingkatkan di berbagai daerah di Indonesia.

"Selain peran pemerintah pembangunan sekolah khusus ini juga menunggu peran swasta dan seluruh masyarakat," katanya.
(W004/H-KWR/A038)

Oleh Wuryanti Puspitasari
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010