Ambon (ANTARA News) - Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Maluku mengecam keras tindakan tidak terpuji orang tak dikenal yang membunuh Alfred Mirulawan (28), Pemimpin Redaksi Tabloid Mingguan Pelangi di Kisar, ibukota sementara Kabupaten Maluku Barat Daya, pekan lalu.

"Kami tidak terima adanya kasus kekerasan dan pembunuhan terhadap wartawan sehingga kami mendesak Kapolda untuk melakukan pengusutan hingga tuntas terkait oknum pelaku serta menjatuhkan hukuman yang berat kepada yang bersangkutan," kata anggota DPRD Maluku dari Fraksi Demokrat, Melkyas Frans, di Ambon, Minggu.

Alfred ditemukan tewas terapung di sekitar kawasan perairan pelabuhan Pantai Nama Kisar pada Jumat (17/12) pukul 03.00 WIT, setelah dikabarkan hilang sejak Selasa malam (14/12)sekitar pukul 24.00 WIT di kompleks pelabuhan.

Menurut Melky, Kapolda Maluku dan Pangdam XVI/Pattimura harus bertindak tegas dengan mengusut kasus ini dan memecat anggotanya, jika benar terlibat dalam pembunuhan Alfred.

"Selaku ketua komisi B, kami juga akan memanggil pihak Pertamina untuk menjelaskan status TT, oknum pemiliki izin APMS di Kabupaten MTB dan MBD, karena kematian Pemred Pelangi terbitan Kota Ambon ini diduga kuat terkait erat dengan investigasi dan penulisan bisnis minyak bersubsidi yang dijual secara gelap ke kapal," tandasnya.

Menurut anggota DPRD Maluku asal Daerah Pemilihan Kabupaten MTB dan Kabupaten MBD itu, meski TT memiliki izin APMS resmi dari Pertamina, namun yang bersangkutan diduga melakukan praktik "Illegal Oil" dengan menjual minyak bersubsidi kepada aparat untuk dijual ke industri.

Kapolda juga harus mengusut polisi yang sempat beradu mulut dengan korban di kompleks pelabuhan pada Selasa malam (14/12) sebelum Alfred ditemukan tewas terapung di laut.

Keseriusan Kapolda sangat diharapkan untuk mengungkap pelaku pembunuhan, karena sejak tiga tahun lalu juga terjadi kasus serupa yang menewaskan Nyong Silkaty, namun sampai saat ini polisi di daerah itu tidak pernah mengungkap tersangka pembunuhan.

"Wilayah MBD sejak dahulu dikenal aman dan tidak ada kasus kriminal seperti ini, sehingga kehadiran aparat keamanan yang semakin banyak seharusnya menciptakan kondisi yang makin baik, bukannya melakukan bisnis illegal oil dan menimbulkan keresahan masyarakat," tandasnya.

Sementara itu, dua anggota keluarga korban, Toto dan Deky Mirulawan mengakui, jasad almarhum ditemukan dalam kondisi membengkak dan terdapat luka memar bekas hantaman benda tumpul di bagian kepala dan wajah, kemudian lidahnya menjulur kaku.

Dua rekan korban lainnya, Jeger dan Aleks Kikialy, mengaku kehadiran mereka di Pulau Wonrel-Kisar untuk rencana pernikahan Alfred, kemudian melakukan investigasi lanjutan terhadap pemberitaan tabloid mereka terkait dugaan praktik penjualan minyak ilegal di daerah itu.

"Awalnya, kami membuntuti sebuah mobil milik oknum polisi yang diduga akan melakukan transaksi minyak di pelabuhan, tapi saya merasa takut dan minta korban mengantar saya pulang ke rumah, kemudian Alfred kembali sendirian ke pelabuhan pada Selasa tengah malam sekitar pukul 24.00 WIT," kata Aleks.(*)

D008/E011

Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010