Jakarta (ANTARA News) - Badan Pengawas Pemilu Republik Indonesia mengemukakan putusan Mahkamah Konstitusi nomor 11/PUU-VIII/2010 tanggal 17 Maret 2010 membuat badan tersebut harus punya anggaran lebih untuk panitia pengawas pemilihan kepala daerah.

"Putusan MK mengakibatkan adanya kebutuhan anggaran yang lebih, karena anggaran penjaringan anggota Panwaslu kepala daerah banyak dititipkan oleh KPU daerah dan karena adanya putusan MK maka kewenangannya menjadi kewenangan Bawaslu," Kata Agustiani Tio Siporus, Koordinator Divisi umum dan Organisasi Bawaslu kepada pers di Jakarta, Senin.

Agustiani mengatakan sejak Desember 2009 hingga Januari 2010, sebanyak 192 Panwaslu kepala daerah sudah dilantik Bawaslu, terdiri dari 7 Panwaslu Propinsi dan 185 Panwaslu kabupaten/kota.

Sebagian dari 192 Panwaslu itu sempat bermasalah karena tidak diakui Komisi Pemilihan Umum. Alasannya, pembentukan Panwas dinilai tidak sesuai dengan ketentuan pasal 93 dan 94 Undang undang no 22 tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Pemilu.

"Akibatnya, pemerintah daerah dan DPRD yang telah menggelar Pemilu Kepala Daerah tersebut bersikap menunggu terhadap legalitas Panwas," kata Agustiani.

Menurut dia, hal tersebut mengakibatkan Panwas di daerah banyak ditawari kolaborasi dengan KPU daerah. "Jika menolak, di sanalah upaya menghambat pencairan anggaran itu muncul dan ini menghambat kinerja Panwas."

Lebih lanjut Agustiani mengatakan ketika hari H pelaksanaan Pilkada, banyak Panwaslu yang anggarannya belum cair misalnya wilayah Karo Sumatera Utara yang sudah masuk Pilkada putaran kedua namun anggarannya tidak kunjung cair.

Selain itu, penyusunan anggaran Panwaslu dilakukan oleh Sekretaris Daerah yang terkadang kurang memahami tugas Panwas sehingga anggaran yang disiapkan terkadang tidak sesuai dengan kebutuhan.

Agustiani mengemukakan polemik legalitas Panwaslu berakhir setelah adanya adanya putusan Mahkamah Konstitusi nomor 11/PUU-VIII/2010 tanggal 17 Maret 2010, yang menetapkan 192 Panwas tersebut adalah sah dan dapat menjalankan fungsi dan tugas sesuai undang-undang.

Putusan MK juga menetapkan perubahan pasal 93,94 dan 95 Undang undang no 22 tahun 2007 yang memberikan kewenangan penuh kepada Bawaslu dalam hal pembentukan Panwaslu.

Proses rekrutmen bakal calon Panwaslu di daerah akan dilakukan melalui tim seleksi namun karena masalah teknis dan anggaran, proses itu tak dapat dilakukan. Akibatnya, Bawaslu melakukan perubahan melalui talent scouting/talent hunting disusul uji kepatutan dan kelayakan.

Sepanjang 2010 Bawaslu telah melantik 876 Panwaslu kepala daerah di 7 Propinsi dan 237 Kabupaten/Kota. Sejak Maret 2010 hingga November 2010 sebanyak 30 panitia Panwaslu kepala daerah, berhenti dari jabatan karena mengundurkan diri, meninggal dunia, sakit, berpindah domisili, maupun diberhentikan secara tidak terhormat karena melanggar kode etik penyelenggaraan Pemilu.

"Halmahera Selatan dan Halmahera Barat adalah wilayah yang Panwaslunya diberhentikan karena melanggar kode etik dan tidak memenuhi syarat domisili," kata Agustiani.
(Yud/A038/BRT)

Pewarta: Yudha Pratama Jaya
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010