Medan (ANTARA News) - Panitia khusus yang baru saja dibentuk Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Sumatera Utara berjanji memperjuangkan nasib sekitar 1.300-an buruh PT WRP Buana Multicorpora yang sebagian di antaranya telah ditelantarkan perusahaan selama satu tahun delapan bulan.

Wakil Ketua Panitia Khusus (Pansus) PT WRP DPRD Sumut Brilian Moktar menyampaikan hal itu ketika berkunjung langsung ke perusahaan yang memproduksi sarung tangan itu di kawasan Belawan Medan, Senin.

Perwakilan manajemen PT WRP Pardomuan Manurung ketika menerima kunjungan Pansus DPRD Sumut mengungkap data tentang jumlah buruh yang masih bekerja, dirumahkan dan yang berstatus terkena pemutusan hubungan kerja (PHK), termasuk aset-aset perusahaan yang masih tersisa.

Brilian Moktar mengatakan, kunjungan pansus bersama unsur lurah dan camat ke perusahaan milik warga negara Malaysia itu untuk mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya terkait para buruh yang nasibnya telah terabaikan dalam jangka waktu cukup lama.

"Kita juga akan mendata aset-aset perusahaan dan status kepemilikan saham. Jadi kedatangan pansus untuk memperjuangkan nasib para buruh yang selama ini hak-hak mereka telah diabaikan perusahaan," ujar politisi PDI Perjuangan itu.

Menurut Bendahara PDI Perjuangan DPRD Sumut itu, pansus sangat berharap kerja sama dan dukungan dari berbagai pihak terutama polisi, Wali Kota Medan, dan dinas terkait dalam memperjuangkan nasib buruh.

Para buruh PT WRP sendiri sudah berulang kali mengadukan nasib mereka ke berbagai pihak mulai ke Dinas Tenaga Kerja, DPRD Sumut, Polda Sumut, Kantor Imigrasi bahkan hingga kepada Gubernur Sumut, namun persoalan yang mereka alami tidak pernah kunjung selesai.

Bahkan mereka pernah mendesak aparat kepolisian dan Imigrasi untuk segera menangkap pengusaha PT WRP Lee Soon Hong beserta antek-anteknya masih saja bebas berkeliaran dan mengoperasikan perusahaan.

Menurut buruh, pengusaha PT WRP sudah banyak melakukan pelanggaran, di antaranya melakukan PHK secara sepihak terhadap ratusan buruh pada 12 Juni 2009.

Perusahaan kemudian mengganti pekerja yang di-PHK dengan pekerja outsourching dan buruh harian lepas serta mempekerjakannya pada bagian-bagian vital produksi yang bertentangan dengan UU No 13 tentang Ketenagakerjaan.

"PT WRP bahkan juga mempekerjakan tenaga kerja asing tanpa izin. Pada 19 Agustus 2009 empat di antara pekerja asal Malaysia itu sempat ditangkap, tetapi kemudian dilepas begitu saja," ujar Ketua Front Rakyat Anti Penindasan Sumatera Utara (FRAPSU) Iki Sutoyo dalam sebuah aksi di halaman gedung DPRD Sumut, beberapa waktu lalu.  (R014/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010