Jakarta (ANTARA News) - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers mencatat selama kurun waktu tahun 2010 kasus kekerasan yang dialami pers, baik fisik maupun non fisik sebanyak 66 kasus.

"Jumlah ini mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2009 yang mencapai 56 kasus. Jumlah korban meninggal pada 2010 juga mengalami kenaikan, yakni sebanyak empat kasus, dari sebelumnya hanya satu kasus," kata Direktur Eksekutif LBH Pers, Hendrayana saat memaparkan Catatan Akhir Tahun 2010, di Kantor LBH Pers, di Kalibata Timur, Jakarta Selatan, Rabu.

Kasus kekerasan terhadap wartawan itu, yakni 37 kasus kekerasan fisik (pemukulan, pengeroyokan hingga pembunuhan) dan 29 kasus kekerasan non fisik (perampasan kamera, pelarangan peliputan, intimidasi dam ancaman teror).

Kekerasan terhadap pers seringkali dilakukan oleh preman, pihak kepolisian, aparat pemerintah, organisasi masyarakat, massa, aparat keamanan dan TNI.

"Jumlah kekerasan yang dilakukan oleh preman terhadap wartawan paling tinggi, yakni 12 kasus. Oleh polisi 10 kasus, aparat pemerintah 10 kasus, ormas tujuh kasus, massa enam kasus, aparat keamanan enam kasus, sementara TNI hanya dua kasus," kata Hendrayana.

Menurut dia, para preman yang seringkali melakukan kekerasan terhadap wartawan, ternyata disuruh oleh kepala daerah yang tidak berkenan diberitakan oleh media massa.

Hendryana mengatakan, pada 2010 ini juga ada empat kasus dugaan pembunuhan terhadap jurnalis.

"Yang paling aneh, bahwa polisi menyebutkan bahwa Ridwan Salamun ditetapkan sebagai tersangka, padahal Ridwan merupakan korban dari pembunuhan. Polisi harus mengusut kasus pembunuhan yang dialami empat orang jurnalis tersebut," tegas Hendrayana.

Tak hanya mengenai kasus kekerasan yang dialami wartawan, kata dia, LBH Pers juga menangani persoalan sengketa perselisihan industrial, terutama menyangkut masalah serikat pekerja.

Upaya yang dilakukan oleh LBH Pers agar pers memiliki kebebasan pers dan berekspresi, antara lain, melakukan sosialisasi dan desiminasi untuk menjadikan UU pers sebagai landasan hukum bagi aparat penegak hukum dalam mengadili sengketa pers di pengadilan, berhasil mendorong Mahkamah Agung mengeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) N0 13 Tahun 2008 tentang meminta keterangan Ahli dari Dewan Pers.

Serta melakukan pemantauan atas sejumlah peraturan perundang-undangan yang dianggap berpotensi bersinggungan dengan kemerdekaan pers, seperti UU ITE.

Kadiv Non Litigasi LBH Pers, Arief Ariyanto, menambahkan, kasus kekerasan yang dialami wartawan kebanyakan terjadi di daerah Kalimantan, Sulawesi dan Maluku.
(S037/B010)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2010