Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah Sudan akan melaksanakan referendum pada 9 Januari 2011 di Darfur secara jujur, adil dan terbuka, dan mempersilakan warga Sudan Selatan menentukan sendiri pilihan mereka, apakah tetap bergabung atau memisahkan diri dalam suatu negara sendiri.

"Referendum ini proses besar dan sangat penting bagi Sudan sejak merdeka. Ini merupakan perwujudan dari kesepakatan perdamaian yang menyeluruh dengan selatan pada tahun 2005, di mana ditegaskan dalam perjanjian itu bahwa ferendum dilaksanakan tahun 2011," kata Duta Besar Sudan Ibrahim Busra dalam wawancara tertulis dengan ANTARA, Selasa.

Sehubungan dengan itu, Dubes Busra mengatakan pemerintahnya akan mengadakan referendum yang jujur, adil dan terbuka. Hal yang sama juga diharapkan dari pihak selatan. Pemerintah Sudan berjanji untuk menerima hasil apapun nantinya secara baik jika referendum telah dilaksanakan.

Ditambahkannya, pemerintah Sudan akan terus bekerja hingga 8 Januari untuk menjaga persatuan Sudan. Setelah itu, pihak selatan lah yang bertanggung jawab terhadap keputusannya apakah ingin berpisah dalam sebuah negara sendiri ataukah tetap bergabung dengan Sudan.

"Kami dari pemerintah berharap agar warga selatan memilih tetap bersatu dengan Sudan. Karena Sudan adalah negara multietnis, budaya, wawasan dan agama, namun dapat hidup saling toleran dan kuat, insya Allah," kata Dubes Busra.

Ketika menjawab pertanyaan apakah referendum itu diadakan karena tekanan, Dubes Sudan menegaskan "tidak ada tekanan". Yang ada adalah kerja sama dengan dunia internasional dan negara-negara tetangga. Pemerintah Sudan dan Gerakan Pembebasan Sudan Selatan sama-sama ingin tanpa tekanan untuk berdamai, karena sama-sama menyadari agar persoalan persatuan itu tidak dipaksakan kepada warga selatan.

Jika warga selatan, ingin bersatu, mereka harus rela demikian pula sebaliknya. Itu adalah ringkasan perjalanan upaya yang sangat panjang, tegas Dubes Busra.

Mengenai perkiraan hasil referendum, Dubes Busra mengatakan kini terdapat banyak analisis, apakah berpisah atau tidak, namun yang jelas mesti dilihat hasilnya pada kotak suara pekan depan.

Namun, katanya, di kalangan warga Sudan Selatan tidak sepenuhnya bersuara bulat, ada yang ingin bersatu ada yang berpisah. Terdapat tiga juta warga selatan yang tinggal di utara selama 20 tahun, dari total tujuh juta warga selatan. Mereka tidak faham apapun tentang Sudan Selatan, karena hidup mereka terkait dengan utara.

Dalam hal prospek pasca-referendum dengan asumsi Selatan menang, Dubes Busra mengatakan di Selatan ada yang berharap menang karena dengan berpisah mereka merasa dapat mewujudkan sebagian kemajuan dan kejayaan, tapi warga Utara memandang berbeda bahwa bahwa masa depan Sudan adalah dengan persatuan.

"Di Utara terdapat hasil-hasil alam. SDM sudah bagus. Mereka punya kepribadian yang baik, mencintai kebaikan untuk dirinya, keluarga dan tetangganya," kata Dubes Busra.


Proses panjang Darfur

Menyangkut persoalan di wilayah bergolak Darfur di Sudan Barat, ia mengatakan masalahnya tetap ada, yang muncul sejak 2003. Pemerintah terus mengupayakan secara politik, keamanan dan ekonomi untuk menyelesaikan masalah ini. Sudan mengupayakan proses dialog di dalam dan luar negeri untuk menyelesaikannya.

Ada perkembangan menggembirakan bahwa sebagian milisi di Selatan telah bergabung kembali dengan Pemerintah, dan sebagian lagi masih proses dialog untuk mewujudkan perdamaian. Namun secara umum Pemerintah Sudan berharap agar tahun ini masalah Darfur dapat selesai.

Mengenai sangkaan-sangkaan pihak Barat yang menyatakan telah terjadi pembantaian massal di Selatan, Dubes Sudan menyatakan hal itu sama sekali tidak betul. Karena tidak ada pembantaian massal di Darfur dan tidak ada program dari Pemerintah untuk membunuhi manusia.

Gerakan bersenjata yang bergerak di Darfur merupakan persoalan utama di Darfur karena mereka mengangkat senjata untuk melawan pemerintah, mengancam rakyat sipil dan merampok warga. Karena itu, menjadi hak pemerintah secara konstitusional untuk berupaya mengembalikan keamanan dan mewujudkan situasi kondusif di Darfur bagi warganya.

Dubes Busra juga menyangkal tuduhan PBB bahwa 300.000 orang terbunuh di Sudan Barat. "Ini tidak betul karena siapa yang bisa menghitung mereka. Jika ada satu orang yang tewas di Darfur ini masalah. Tapi angka yang disebut oleh PBB dan lembaga-lembaga yang memusuhi Sudan ini adalah informasi yang keliru dan tidak betul dan tidak bisa dibuktikan secara ilmiah."

Menurut Dubes Busra, ada satu hal mengapa Barat begitu bersikeras memojokkan Sudan karena mereka tahu betul bahwa Darfur menyimpan ladang minyak, dan potensi alam yang kaya seperti utamanya uranium. Karena itu, mereka ingin dapat menikmati potensi alamnya dan jalan tercepat lewat pemisahan Darfur.(*)

(T.KR-VFT/C003/R009)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011