Bengkulu (ANTARA News) - Provinsi Bengkulu sampai sekarang belum memiliki kelompok kerja (pokja) perlindungan gajah, sehingga sulit mempertahankan populasi hewan dilindungi itu dari kepunahan, kata kata Kepala Tata Usaha Balai Konservasi Sumber Daya Alam Bengkulu, Supartono.

"Mestinya kelompok kerja perlindungan gajah dan hewan langka lainnya di Bengkulu sudah ada, untuk menindaklanjuti kesepakatan gubernur se Sumatra dan disaksikan tiga menteri tahun 2007," katanya di Bengkulu, Minggu.

Salah satu hasil kesepakatan tersebut diwujudkan dalam instrumen aturan, seperti Permenhut Nomer P 48/Menhut II tahun 2008 tentang Pengelolaan dan Penanggulangan Konflik manusia dengan gajah.

Sebetulnya, kata dia, paling penting implementasi pelaksanaan di lapangan jangan hanya kesepakatan di atas kertas saja.

Kebijakan di tingkat pusat dan daerah sudah terbentuk, untuk menindaklanjutinya diperlukan keserisuan dari berbagai pihak terkait di daerah masing-masing.

Sebagai langkah awal, katanya, membentuk pokja pada masing-masing daerah, dengan demikian diharapkan kinerja lebih terukur dan pemerintah daerah juga memberikan anggaran khusus untuk bagi kegiatan tersebut dari APBD.

Populasi gajah di Bengkulu saat ini berkisar antara 100 hingga 165 ekor dan penyebaranya terdapat di sekitar Sungai Ipuh, Gunung Sumbing (Bangko) dan hutan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS) di Kabupaten Kaur.

Lebih sfesifik lagi di kawasan Taman Nasional Kerinci Sebelat (TNKS) terdapat empat kelompok Gajah Sumatera yaitu kelompok gajah yang berada di sekitar Air Sebelat-Air Rami berjumlah 50 ekor, Air Tumbulan-Air Sebelat Merah 19 ekor, Air Madu-Air Retak-Air Ikan 53-55 ekor dan Air Berau-Air Teramang berjumlah 41 ekor.

Keberadaan gajah itu selalu terancam oleh pemburu liar dan tebaran racun yang dilakukan warga karena sering mengganggu tanaman kelapa sawit mereka padahal keberadaan tanaman itu masuk dalam kawasan habitat gajah tersbut, jelas Supartono.

Sebelumnya Direktur Keanekaragaman Hayati dan Konservasi Sumber Daya Alam, Kementerian Kehutanan (Kemenhut) RI, Hary Santoso menjelaskan, ada kesepakatan dari Menteri Kehutanan, Pekerjaam Umum (PU) dan Lingkungan Hidup (LH) untuk menjaga keberadaan hewan langka termasuk Gajah Sumatera.

Kesepakatan tersebut dibuat pada tahun 2007 dan ditandatangani, serta diturunkan juga dengan kesepakatan sepuluh gubernur di Sumatra dilanjutkan ke daerah kabupaten/kota hingga tingkat desa di bawahya, dengan berkomitmen sepakat menjaga keanekaragaman hayati dan ekosistem alam di sekitarnya.

Kesepakatan para menteri tersebut, menitikberatkan pada sistem tata ruang pembangunan di Sumatra serta lebih spesifik lagi bagi daerah-daerah paling banyak habitat satwa langkanya.

Pemerintah, katanya, mempunyai strategi tersendiri untuk penanganan konflik manusia dengan gajah atau harimau, dan memang keadaannya saat ini dianggap sudah mendesak untuk dilaksanakan.

Sekarang sudah ada cara tersendiri untuk melindungi binatang langka itu antara lain orang utan, badak hingga unggas dan binatang lainnya.

Karena belajar dari kasus keberadaan harimau Bali pada tahun 1978 sudah punah, bahkan opsetanya saja saat ini sudah tidak ada lagi.

"Kita tidak ingin hal itu terjadi pada binatang langka di Provinsi Bengkulu," katanya menambahkan.
(T.Z005/B013/P003)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2011