Pangkalpinang (ANTARA News) - Populasi kerang raksasa (kima) di Perairan Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) terancam punah karena manusia terus mengeksploitasi untuk konsumsi di pasar dalam dan luar negeri.

"Populisinya hampir punah karena hewan laut yang mengandung protein dan nilai ekonomi tinggi ini mudah didapat sehingga banyak diburu manusia untuk konsumsi lokal dan dijual ke pasaran nasional dan internasional." kata akademisi dari Universitas Bangka Belitung (UBB), M.Rizza Muftiadi di Pangkalpinang, Kamis.

Menurut dia, dari hasil penelitian melalui penyelaman di Babel seperti Pulau Nangka, spesies tersebut mulai punah dan sulit ditemukan. Dalam bentangan atau jarak 100 meter antara satu titik dengan titik lokasi lainnya di perairan Nangka hanya ditemukan satu ekor kerang raksasa.

"Permintaan kerang raksasa dari luar negeri cukup tinggi dan harganya juga lumayan tinggi, sekitar 69 dollar hingga 549 dollar Amerika Serikat per ekor dan ini sebagai penyebab maraknya eksploitasi hewan laut itu," ujar Muftiadi peneliti hewan laut dari Fakultas Pertanian, Perikanan dan Biologi UBB itu.

Kerang raksasa tersebut merupakan hewan laut yang hidup di pasir-pasir dan terumbu karang. Babel semula potensi kerang raksasa yang cukup banyak dan kaya akan aneka biota laut lainnya.

Ia mengatakan, terdapat sembilan spesies kerang raksasa yang ada di dunia dan tujuh spesies di antaranya hidup di perairan Indonesia yang terus diburu manusia sehingga terancam punah sepertihalnya kondisi di Babel.

Dilindungi

M Rizza Muftiadi yang juga anggota `Pinguin Diving Club` UBB itu menjelaskan, kerang raksasa merupakan hewan laut yang hidup di pasir-pasir dan terumbu karang dan sudah dilindungi pemerintah berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan (Permenhut) yaitu SK No 2 Tahun 1987 Nomor 301 Tahun 1991 dan Nomor 882 Tahun 1992.

"Pemerintah daerah harus mengambil langkah konkrit untuk mengimplementasikan Permenhut tersebut, melalui tindakan pencegahan atau meminimalisasi eksploitasi hewan laut itu dan terus dijaga kelestariannya," ujarnya.

Menurut dia, pemerintah daerah seharusnya menetapkan wilayah konservasi hewan langka itu agar tidak diburu manusia, sebagai bagian dari langkah menjaga dan melindungi keanekaragaman biota laut tersebut.

"Kami berharap pemerintah daerah peduli dan menindak tegas sesuai aturan bagi pelaku yang mengeksploitasi tersebut untuk melindungi dari kepunahan agar keragaman biota laut di provinsi ini tetap terjaga," katanya.

(KR-HDI/I013/S026)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011