Produsen kecil ada yang harus menunggu dulu truknya dan itu mempengaruhi biaya
Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah akan menghitung kembali indeks harga bahan bakar nabati dalam negeri agar lebih mengembangkan komoditas ramah lingkungan tersebut.

Direktur Bioenergi Ditjen Energi Baru, Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM Maritje Hutapea di Jakarta, Kamis mengatakan, indeks harga BBN sekarang sudah tidak sesuai lagi.

"Selama ini, indeks harga BBN belum termasuk biaya transportasi, sehingga walaupun sudah diberikan subsidi, tetap tidak bisa mengembalikan keuntungan produsen," katanya.

Menurut dia, biaya transportasi ternyata cukup mempengaruhi biaya BBN. Di samping itu, produsen BBN juga memiliki infrastruktur yang berbeda-beda.

Bagi produsen besar yang memiliki fasilitas lengkap, bisa langsung mencampurnya sebelum dikirim ke PT Pertamina.

"Namun, produsen kecil ada yang harus menunggu dulu truknya dan itu mempengaruhi biaya. Akhirnya, meski ditambah subsidi, tetap tidak mampu menutupi biaya dan menjadi tidak berminat memproduksi lagi," ujarnya.

Pemerintah akan merumuskan kembali indeks harga BBN dengan melihat unsur-unsur yang perlu masuk dalam komponen biaya transportasi.

Maritje menambahkan, upaya percepatan pemanfaatan BBN lainnya adalah merevisi Peraturan Menteri No 30 Tahun 2008 tentang Tentang Penyediaan, Pemanfaatan dan Tata Niaga BBN Sebagai Bahan Bakar Lain.

Menurut dia, usulan revisi antara lain memperluas sektor pemanfaatan BBN seperti industri pertambangan yang kini mulai melihat energi alternatif sebagai bahan bakar produksi.

Upaya lain, lanjutnya, pihaknya akan mengajukan pemberian insentif kepada pemasok bahan baku BBN yaitu minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) sebagai bahan baku biodiesel dan molases untuk bioetanol.

"Bentuknya seperti apa, belum tahu. Ini baru pemikiran saja," katanya.

Insentif diharapkan merangsang pemasok bahan baku lebih mengutamakan kebutuhan dalam negeri, sehingga keberlanjutan pasokan bisa terjamin.

Saat harga tinggi, produsen CPO dan molases memang cenderung mengekspor produknya. "Namun, dengan ada insentif diharapkan pengusaha lebih mau memasok ke dalam negeri," ujarnya.

Pemikiran lain, menurut dia, adalah kebijakan kewajiban pasok ke dalam negeri (domestic market obligation/DMO) CPO dan molases.
(K007/B010)

Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2011