Jakarta (ANTARA News) - Ketua Dewan Direktur `Center Indonesia for Development and Studies` (Cides), Ricky Rachmadi menyatakan, kegiatan ekspor pemuda dalam wujud TKI sangat kontradiktif dengan kian menggilanya impor pesepakbola dengan bayaran miliaran rupiah.

"Ini realitas baru yang benar-benar ironis. Pemuda-pemudi kita diekspor ke luar neger (LN) jadi TKI, lalu di antara mereka sering mengalami penistaan, di lain pihak kita makin gemar mengimpor pemain sepakbola bernilai miliaran rupiah," katanya kepada ANTARA di Jakarta, Kamis.

Lebih ironis lagi, ujar Wakil Sekjen DPP Partai Golkar ini, kita tak hanya mengimpor pemain sepakbola asing, tetapi menaturalisasinya dengan biaya mahal.

"Pada saat bersamaan, ratusan TKI kita terlunta-lunta tak ada biaya pulang ke Indonesia dari Arab Saudi. Atau, ada yang dibunuh, dianiaya dan seterusnya, tanpa gaji atau upah yang layak," katanya.

Tiga Ironi Utama

Ricky Rachmadi mengungkapkan pula, kasus ekspor TKI versus impor dan naturalisasi pesepakbola, hanya merupakan salah satu ironi di negeri ini selang 2010.

"Itu baru di bidang olahraga. Setidaknya ada tiga ironi utama yang kita alami. Selain di bidang olahraga tadi, ada lagi dua ironi tak kalah serunya," ujarnya.

Yang pertama, katanya, di bidang ekonomi, yakni, Indonesia sukses mencetak "40 orang terkaya" dengan jumlah kekayaan sekitar Rp400 triliun.

"Itu yang saya baca dari salah satu jurnal internasional. Dan kesuksesan mencetak "40 orang terkaya" itu, berlangsung beriringan dengan terjadinya apa yang dinamakan `pelestarian penderitaan` 40 juta orang miskin, yang tiap hari meninggal," ungkapnya lagi.

Di antara 40 juta orang miskin ini, tak sedikit yang terpaksa hanya makan `nasi tiwul` (ampas singkong), lantaran tidak sanggup membeli beras, cabe serta minyak goreng.

"Selanjutnya, ironi ketiga, di bidang hukum. Yakni, kita mampu menghadirkan `program pelesiran narapidana` yang bisa berlibur ke Bali maupun Macau. Lebih dari itu, terbongkarnya kisah narapidana bisa menyewa `joki` di penjara," katanya.

Ricky Rachmadi menilai, semua ini menunjukkan suasana kurang bagus dalam era kepemimpinan pemerintahan sekarang yang mesti mengalami perbaikan mutlak di tahun 2011.(M036/

(T.M036/S006/R009)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2011