Jakarta (ANTARA News) - Panitia Kerja Pajak Komisi XI DPR akan merekomendasikan kepada komisi untuk membentuk Panitia Khusus Pajak yang bertugas menyelidiki persoalan banyak yang diduga banyak terjadi penyelahgunaan wewenang dan tindak pidana.

"Panja pajak Komisi XI akan rekomendasikan pembentukan pansus pajak," kata Ketua Panja Pajak Melchias Mekeng dalam keterangan pers di Gedung DPR-MPR-DPD di Senayan Jakarta, Jumat.

Menurut Melchias, kesimpulan panja pajak tersebut disampaikan setelah mempelajari hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan terhadap enam perusahaan yang dijadikan contoh.

Hasil audit BPK menunjukkan adanya dugaan penyalahgunaan wewenanag dan terjadinya pelanggaran peraturan dalam penerimaan pajak yang dilakukan oleh para pejabat Ditjen Pajak.

"Panja juga akan meminta aparat hukum menindak lanjuti pejabat Ditjen Pajak yang lalai dan melanggar aturan," kata Melchias.

Sementara anggota Panja Arif Budimanta dari F-PDI-P mengatakan, laporan BPK yang diserahkan kepada panja pajak pada 8 Desember 2010 menemukan adanya kasus dugaan tindak pidana dalam penerimaan maupun sengketa pajak terhadap enam perusahaan yang dijadikan contoh kasus.

Hasil audit BPK tersebut setidaknya menghasilkan tiga temuan. Pertama, Ditjen Pajak diminta untuk meningkatkan kinerjanya.

"Kedua, perlunya dikaji adanya peraturan perpajakan berupa Peraturan menkeu no 195 tahun 2007 tentang tata cara penghitungan bunga yang tidak sinkron dengan pasal 17 C UU no 28 tahun 2007 tentang perpajakan," kata Arif.

Selain itu, temuan lainnya BPK merekomendasikan adanya sanksi bagi petugas pajak yang lalai dan tak memenuhi aturan dalam melaksanakan tugasnya.

Sementara anggota paja lainnya Lily Wahid (F-PKB) menegaskan bahwa hasil audit BPK menunjukkan adanya dugaan penyalahgunaan wewenang pejabat pajak yang meruginakan negara.

"Kesimpulannya, kita sepakat laporkan komisi perlunya dibentuk pansus pajak, karena ditenggarai terjadi penyalahgunaan kewenangan. (salah satu) Modusnya memperpanjang masa pemeriksaan, yang ujungnya merugikan keuangan negara. Ini harus ditindak secara hukum," kata Lily Wahid.

Enam perusahaan yang dijadikan contoh untuk memeriksa adalah PT Permata Hijau Sawit , PT Asian Agri Grup, PT Wilmar Nabati Indo, PT Alfa Kurnia, PT ING International, dan RS Emma Mojokerto.

Dari enam perusahaan tersebut diperkirakan mengakibatkan potensi kerugian negara hingga Rp1,7 triliun karena negara akhirnya harus membayar denda sebesar dua persen per tahun.

(ANTARA/S026)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011