Di sini tidak ada uang pangkal dan uang gedung karena telah dibiayai oleh APBD
Denpasar (ANTARA News) - Pusat penanganan autis yang didirikan Pemerintah Kota Denpasar sejak Oktober 2010 kebanjiran peminat, padahal tenaga pendidik dan terapisnya masih terbatas.

"Untuk yang sudah berjalan, kami menangani 40 orang, namun yang aktif 28 orang. Sementara ada anak autis yang sudah lulus sekolah dasar juga mau diterapi di sini, tapi belum bisa kami tangani," kata Koordinator Pusat Tumbuh Kembang Anak Berkebutuhan Khusus Ni Luh Putu Sudiani kepada ANTARA di Denpasar, Selasa.

Ia mengemukakan, pusat penanganan autis yang digagas oleh Ketua PKK Denpasar IA Selly D Mantra ini hanya ditangani oleh sejumlah guru dengan latar pendidikan SLB yang mendalami masalah penanganan autis.

"Selain itu ada guru kelas, dokter spesialis anak dan psikolog yang ikut menangani. Karena harus menangani murid yang sudah pernah mengeyam pendidikan dasar, maka kami harus bahas dulu untuk menampung peminat yang banyak ini," katanya.

Pihaknya akan mencarikan jalan keluar terhadap banyaknya orang tua yang ingin menyekolahkan anaknya di pusat pendidikan yang dikelola Kepala Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan Kota Denpasar itu.

"Untuk yang sudah lulus sekolah dasar ini, mungkin arahnya nanti ke pengembangan bakat dan minat anak agar mereka nantinya bisa betul-betul menjadi orang yang mandiri dan syukur bisa produktif," katanya.

Ia mengemukakan, tidak mudah mengelola pusat penanganan anak autis ini karena seringkali akan berhadapan dengan orang tua yang tidak sabar melihat perkembangan anak-anaknya.

Para orang tua seringkali menggebu-gebu ingin anak mereka segera bisa berperilaku seperti anak normal.

"Padahal tidak seperti itu. Seharusnya orang tua memang mengalir dan tidak menetapkan target terlalu tinggi terhadap perkembangan anaknya. Untuk terapi kontak mata dan kepatuhan saja membutuhkan waktu dua tahun," kata dokter yang memiliki anak autis itu.

Ia mengemukakan, pusat penanganan autis di Denpasar akan sangat membantu orang tua, khususnya kalangan tidak mampu.

"Di sini tidak ada uang pangkal dan uang gedung karena telah dibiayai oleh APBD," katanya.

Dia menerangkan, orang tua anak hanya membayar terapi perilaku Rp16.500 per jam atau untuk paket terapi okupasi dan wicara sebesar Rp25 ribu per jam.

"Kalau di luar, biayaya bisa ratusan ribu per jamnya," katanya. (*) 

ANT/AR09

Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2011