Jakarta (ANTARA News) - Hidup di hotel prodeo menebus kekhilafan kemudian melakoni status sebagai narapidana tidak jua memupus kepekaan seseorang untuk menyusun harmonisasi nada dan suara dalam sebuah tembang berjudul "Andai Aku Gayus Tambunan".

Dengan menjumput aliran pop melayu, Bona Paputungan (32 tahun) menembus kesemestaan hidup dengan menciptakan lagu Andai Aku Gayus Tambunan. Lagu ciptaan eks narapidana di lembaga pemasyarakatan kelas II A di Kota Gorontalo itu kini menyesaki ajang You Tube.

Oke saja, ia terdampar dan terpapar di terali besi sejak 11 Maret 2010 sampai menghirup udara bebas pada 5 Januari 2011. Nyatanya, Bona tidak ingin energi kreatifnya ikut terpenjarakan sampai-sampai beku bersama dinginnya ruang bui. Bulir-bulir siksa ritual penjara menggumpalkan imaji paradoksal insan tak berpunya.

Si penilep pajak dan penyulap dokumen paspor bisa lenggang kangkung ke luar negeri, sementara pelaku kekerasan rumah tangga seperti dirinya atau si mbok tua pencuri tiga batang buah coklat berhadapan dengan meja hijau.

Paradoks inilah yang ditemui dan diakrabi oleh Bona kemudian digumpalkan dalam sepak terjang Gayus Halomoan Tambunan.

Nomor wahid mengutak-atik pembayaran pajak dan jempolan mengelabui aparat hukum untuk plesir ke Bali, Makau, China, dan Kuala Lumpur, sepak terjang "Sony Laksono" yang nota bene super seakan mengukir nada dan melukiskan kata demi kata.

Dalam media gambar video klip "Andai Aku Gayus Tambunan", digambarkan seorang tahanan merayu sang sipir dengan lambaian fulus. Dan gayung bersambut, sang "Gayus" beroleh udara bebas. "Saya merasakan sendiri kalau ternyata hukum itu bisa dibeli," kata Bona dalam percakapannya kepada Tempo.

Ketika ia diwawancarai oleh salah satu televisi swasta, ia melontarkan testimoni mengenai negeri ini. "Negeri ini memang sangat lucu. Jaksa menawarkan saya bebas dengan bayaran tinggi padahal saya harus menjalani hukuman beberapa bulan lagi,"ujar Bona.

Seakan menggenggam patron "seni untuk seni", ia melontarkan salah satu cermin refleksi dari negeri ini.

Meskipun mendulang ancaman pembunuhan dari orang tidak dikenal lantaran lagunya itu, Bona tidak urung apalagi surut meneruskan pembuatan video klipnya untuk diluncurkan pada 23 Januari 2011. Sejak diunggah pada 14 Januari ke internet, video klip Andai Aku Gayus Tambunan yang berdurasi empat menit 47 detik kini mulai menyita perhatian publik di media televisi.

Tersembul sebuah pertanyaan, apakah sebuah karya seni seperti lagu ciptaan Bona dapat dijadikan penuntun moral bagi masyarakat?

"Saya meminta sumbangan kepada para pembesuk yang datang ke Lapas untuk rekaman lagu," ungkap Bona, Minggu (16/1). Banyak pembesuk keluarga narapidana mengulurkan sumbangan kepadanya. Meski recehan, hasil sumbangan mencapai Rp1 juta. "Uang itu cukup untuk membuat rekaman lagu di studio milik teman," ujar Bona pula.

Pengakuan itu menggenapi rumus bahwa antara seniman dengan hasil karyanya harus ada kesejajaran. Antara karya dan sepak terjang dituntut sama dan sebangun.

Nah, Bona justru merevolusi rumus itu dengan berbuat dan berkata, tidak semua mantan narapidana menelan generalisasi bahwa sekali keliru, tetaplah keliru manakala berziarah di dunia. Agaknya Bona ingin tampil sebagai model dari guru moral dengan mengambil potret Gayus.

Oleh beberapa temannya dalam penjara, Bona sempat dianggap kurang waras. Sesama narapidana kerapkali menyaksikan Bona menyanyi sendiri di depan musala. Tidak jarang ia duduk menyendiri lalu menulis sesuatu di kertas timah rokok. "Ternyata Bona sedang menulis lagu di kertas timah rokok," ungkap Semi Wagiu, salah seorang narapidana beberapa waktu lalu.

Bona dengan "Andai Aku Gayus Tambunan" ingin menegaskan bahwa moralitas yang dapat didaulat dari seniman tarik suara dan pencipta lagu seperti dirinya adalah kejujurannya.

Seni tarik suara mengabdi kepada keindahan, sedangkan moralitas mengabdi kepada kebaikan. Seni sejati bermuara kepada moralitas mengenai keindahan perilaku, sebab keindahan adalah kebaikan dan kebenaran.

Album karya Bona ternyata diproduseri oleh sebuah tim sukses anggota Dewan Perwakilan Daerah utusan Gorontalo, Elnino M Hussein Mohi. "Pembuatan video klip lain kini masih dalam proses persiapan ," ungkap Thariq Modanggu, Ketua Tim sukses Elnino M Hussein Mohi, sebagaimana dikutip dari Kompas.Com.

Pengakuan demi pengakuan beraroma ingin jujur dan jauh dari kebohongan agaknya mengulangi pepatah bahwa mutiara tetap sebuah mutiara meskipun keluar dari mulut seekor anjing. Apakah publik akan mencampakkan lagu yang ditulis oleh seorang mantan narapidana? Tidak!

Alasannya, publik memahami kaidah-kaidah estetika bahwa karya seni yang dapat didengar dalam lagu dan dilihat dalam lukisan mengacu kepada sejumlah nilai yang menggugah kegembiraan, keindahan, keagungan, kemuliaan, dan kebenaran.

Ibaratnya, sebuah novel disimak bukan karena keindahan susunan kalimat dan rentetan peristiwa, melainkan karena ada pesona kegembiraan, keindahan, keagungan, kemuliaan, dan kebenaran.

Bona "Gayus" Paputungan ingin menegaskan bahwa kebenaran sejati adalah segala apa yang kontradiktif, bukan hal yang linear, bukan pula yang serba harmonis, bukan pula pikiran-pikiran serba positif.

Tembang Andai Aku Gayus Tambunan ingin menyodok perspektif bahwa sebuah pengalaman dan pengetahuan pada hakekatnya adalah penafsiran belaka. Interpretasi yang berpulang kepada "keadaan tempat berdirinya" seseorang.

Dan filsuf Nietzsche bersabda, hidup manusia dibangun dari kesalahan demi kesalahan yang tidak terhindarkan namun diperlukan bagi hidup manusia. Dan Bona "Gayus" Paputungan berkata, jangan alergi kritik bila tidak ingin dilindas lokomotif perubahan.
(A024/ART)

Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2011