Tunis (ANTARA News) - Empat menteri dalam pemerintah persatuan Tunisia mengundurkan diri sehari setelah diangkat sementara masyarakat melakukan protes terhadap kehadiran partai presiden yang digulingkan itu dalam panggung politik.

Ribuan orang melakukan protes di seluruh Tunisia menuntut dikeluarkan dari pemerintah partai Persatuan Konstitusional Demokratik (RCD) pimpinan presiden terguling Zine El Abidine Ben Ali, sementara polisi anti huru hara menembakkan gas air mata di ibu kota Tunis.

Dalam usaha yang agaknya untuk tetap bertahan, RCD secara resmi memecat Ben Ali, yang lari ke Arab Saudi, Jumat setelah gelombang protes terhadap kekuasaan tangan besinya 23 tahun, kata kantor berita resmi TAP.

Presiden sementara Foued Mebazza dan Perdana Menteri Mohammed Ghannouchi mengeluarkan menteri-menteri RCD, kata TAP, tetapi Ghannouchi dan tujuh menteri lainnya tetap memegang jabatan -jabatan penting termasuk kementerian-kementerian dalam negeri dan pertahanan.

Amerika Serikat menyambut baik reformasi yang diumumkan pemerintah baru itu termasuk kebebasan media dan pembebasan semua tahanan politik, tetapi mengatakan perubahan politik di negara Arab itu harus luas dan mendalam.

"Jelas pemerintah harus melakukan tindakan-tindakan untuk memenuhi aspirasi-aspirasi rakyat Tunisia... Pemerintah sementara harus menuju ke arah itu," kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS Philip Crowley kepada wartawan.

"Kami ingin melihat satu proses terbuka, dialog penting antara pemerintah dan kelompok-kelompok penting yang akan memainkan peran pada masa depan Tunisia," tambahnya.

Sekjen PBB Ban Ki-moon menyerukan Tunisia menyelenggarakan pemilu yang "dapat dipercaya" untuk membentuk satu pemerintah yang didukung oleh seluruh rakyat, kata juru bicaranya.

"Sekjen PBB itu mengulangi kecemasannya atas kerusuhan yang meningkat di Tunisia dan mendesak dilakukan semua usaha untuk memulihkan perdamaian dan stabilitas," kata juru bicara Martin Nesirky dalam sebuah pernyataan.

Selasa siang, dua menteri baru dan seorang menteri muda serikat buruh utama Tunisia-- pelaku penting dalam protes-protes "Revolusi Melati"-- mengumumkan pengunduran diri mereka setelah serikat buruh itu menolak mengakui pemerintah baru itu.

Menteri kesehatan yang diangkat, pemimpin FDLT Mustapha Ben Jaafar, yang belum dilantik, juga mengatakan ia tidak akan bergabung dengan pemerintah. Tiga pemimpin oposisi termasuk Ben Jaafar diangkat, Senin.

Polisi anti huru melepaskan tembakan gas air mata untuk membubarkan dua aksi protes di jalan-jalan pusat kota Tunis, satu di antaranya dipimpin tokoh penting Islam, Sadok Chourou, yang dipenjarakan selama 20 tahun dibawah pemerintah lama.

"Pemerintah baru tidak mewakili rakyat dan harus mundur," kata Chourou, mantan pemimpin gerakan Ennahdha kepada AFP sementara para pemrotes berteriak: "Kita bisa hidup dengan roti dan air saja tetapi tidak dengan RCD."

Pemimpin baru Tunisia harus menyelenggarakan pemilihan parlemen dan presiden dalam enam bulan ke depan, kendatipun demikian belum ditetapkan tanggalnya.

Berdasarkan konstitusi, pemilu harus diselenggarakan kurang dari dua bulan.

Ghannouchi mengatakan ia dan menteri-menteri lain dari pemerintah terdahulu telah membantu "mempertahankan kepentingan nasional" pada hari-hari kekacauan di negara itu.

"Mereka mempertahankan jabatan-jabatan mereka karena kami memerlukan mereka saat ini," kata Ghannouchi di radio Prancis Europe 1."Semua mereka bersih," katanya.

Menteri dalam negeri Ahmed Friaa, Senin mengatakan 78 orang tewas dalam protes-protes dan kerugian di sektor ekonomi mencapai sekitar 2,2 miliar dolar setara dengan sekitar empat persen Produk Kotor Domestik.(*)

AFP/H-RN/H-AK

Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2011