Bamako (ANTARA News) - Para presiden Afrika Barat meningkatkan tekanan terhadap orang kuat Pantai Gading Laurent Gbagbo, dengan memaksa seorang sekutu pentingnya di bank sentral regional dipecati.

Negara-negara dunia dan Afrika telah mendesak Gbagbo melepaskan kekuasaannya setelah pemilihan presiden bulan lalu yang hasilnya disahkan Persrikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menunjukkan ia kalah melawan pesaingnya Alassane

Ouattara, dengan bank regional bulan lalu mengumumkan pihaknya tidak lagi menyetujui tanda tangan Gbagbo.

Gubernur bank sentral negara-negara Afrika Barat, Philippe Henri Dacoury Tabley, seorang warga Pantai Gading yang diperkirakan sekutu dekat Gbagbo, tidak menerapkan keputusan para menteri bank itu dan akan diganti, kata satu pernyataan para kepala negara dari kawasan Afrika Barat yang memiliki mata uang tunggal itu.

"Konferensi itu khawatir akan dampak dari keputusan (para menteri) yang tidak dilaksanakan itu terhadap stabilitas ekonomi, keuangan dan sistem moneter uni itu," kata pernyataan tersebut yang dikeluarkan setelah KTT mendadak para kepala negara Afrika Barat di Bamako,ibu kota Mali.

"Konferensi membahs pengunduran diri Philippe Henri Dacoury Tabley dari jabatannya sebagai Gubernur Bank Sentral Negara-Negara Afrika Barat," kata pernyataan itu dan menambahkan wakil gubernur sekarang akan mengambil alih jabatatan itu sampai ditetapkan pengganti permanen.

Deklarasi itu mengatakan, pesaing Gbagbo, Ouattara, yang membentuk satu pemerintah paralel di sebuah hotel di kota utama Pantai Gading, Abidjan ,diundang untuk mengusulkan seorang pengganti permanen bagi jabatan gubernur bank itu.

Patrick Achi, juru bicara pemerintah Ouattara, menyebut tindakan itu satu langkah penting untuk menghentikan aliran uang dari rekening negara itu.

"Kami puas. Ini adalah apa yang telah kami serukan," katanya kepada Reuters melalui telepon setelah keputusan tersebut.

"Ini akan mengurangi keluarnya uang dari rekening itu. Kami akan akan mengawasi rekening itu tetapi akan dilakukan secara bertahap," katanya dan menambahkan tindakan kedepan menggantikan direktur bank di Pantai Gading, yang menurutnya pro Gbagbo.

Kelompok Gbagbo tidak segera memberikan reaksi atas tindakan itu tetapi mereka menolak usaha-usaha internasional untuk menekannya menyangkut dana dan sejauh ini tampaknya masih menguasai sebagian besar pendapatan dari produksi kakao dan minyak.

Sementara itu, seorang juru bicara pemerintah Gabgbo mengumumkan di televisi pemerintah , Sabtu bahwa duta besar Prancis di negara itu tidak lagi diakui, membalas terhadap pengakuan Prancis seorang diplomat yang diangkat Ouattara di Paris.

Pemerintah Prancis menolak pernyataan itu sebagai "tidak benar dan tidak berlaku, tanpa ada dampak hukum"

Amerika Serikat dan Uni Eropa memberlakukan sanksi-sanksi terhadap Gbagbo dan kalangan dalamnya, sementara blok regional Afrika Barat ECOWAS dan Uni Afrika mengatakan satu intervensi militer mungkin dilakukan jika tindakan-tindakan lain gagal.

Gbagbo, yang memerintah bekas koloni Prancis sejak tahun 2000, menolak seruan pengunduran diri setelah pemilu 28 November yang dipertikaikan dan menewaskan 260 orang dan berisko negara penghasil kakao itu tergelincir dalam perang saudara.

Kendatipun ancaman militer oleh negara-negara Afrika, ada keinginan di kalangan tetangga bagi intervensi militer yang dapat menimbulkan pertumpahan darah lagi dan negara-negara seperti Ghana mengatakan mereka tidak akan mengirim pasukan.

Para pemimpin Uni Afrika yang beranggotakan 53 negara akan membicarakan langkah-langkah ke depan dalam satu KTT akhir bulan ini.

Ketegangan baru terjadi dengan PBB menolak perintah Gabgbo agar 10.000 tentara perdamaiannya meninggalkan negara itu, militer Pantai Gading mengatakan pasukannya berada di bawah instruksi-instruksi untuk menghentikan dan memeriksa kendaraan-kendaraan yang bertanda PBB.
(Uu.H-RN/H-AK/P003)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2011