Karbala, Irak (ANTARA News/AFP) - Tiga ledakan bom mobil di tengah massa dekat kota suci Syiah Irak Karbala menewaskan 12 orang dan melukai sekitar 150 dalam serangan baru terhadap peziarah yang berdatangan untuk ritual keagamaan, Senin.

"Terjadi tiga ledakan bom mobil, dua pada pukul 08.30 (pukul 12.30 WIB) dan satu lagi sekitar 30 menit kemudian," kata Nusayef Jassem, wakil kepala daerah tersebut.

"Duabelas orang tewas dan 150 cedera dalam serangan-serangan itu," tambahnya.

Dr Laith Sharifi, seorang pejabat departemen kesehatan, mengatakan sebelumnya, 10 orang tewas dan 50 cedera, termasuk beberapa wanita dan anak-anak.

Seorang dokter lain mengatakan, 10 orang yang cedera berada dalam kondisi serius.

Dalam serangan lain di Irak, Senin, sejumlah orang bersenjata membunuh dua anggota milisi penentang Al-Qaeda di kota Kirkuk, Irak Utara, sementara bom pinggir jalan di Baghdad menewaskan seorang perwira militer. Seorang aparat intelijen, dua penjaga dan delapan warga sipil cedera dalam ledakan-ledakan.

Dua bom mobil pertama yag ditujukan pada peziarah meledak di sebuah terminal bis di daerah Al-Ibrahimi, 20 kilometer sebelah timur Karbala, kata Jasseml. Bom ketiga meledak di daerah Al-Hindiya, sekitar tiga kilometer dari lokasi dua ledakan pertama.

Ratusan ribu peziarah Syiah datang ke kota itu untuk acara Arbaeen, yang diadakan untuk menandai 40 hari sejak peringatan kematian ulama abad ketujuh, Imam Hussein, yang berpuncak pada Selasa.

Pada Kamis lalu, tiga ledakan bom mobil di daerah pinggiran Karbala menewaskan 45 orang dan melukai 150 lain.

Serangan-serangan itu merupakan yang terakhir dari rangkaian kekerasan yang meningkat lagi di Irak dan terjadi beberapa bulan setelah penarikan pasukan AS.

Ratusan orang tewas dalam gelombang kekerasan terakhir di Irak, termasuk sejumlah besar polisi Irak, namun AS tetap melanjutkan penarikan pasukan dari negara itu.

Meski kekerasan tidak seperti pada 2006-2007 ketika konflik sektarian berkobar mengiringi kekerasan anti-AS, sekitar 300 orang tewas setiap bulan pada 2010, dan Juli merupakan tahun paling mematikan sejak Mei 2008.

Militer AS menyelesaikan penarikan pasukan secara besar-besaran pada akhir Agustus, yang diumumkannya sebagai akhir dari misi tempur di Irak, dan setelah penarikan itu jumlah prajurit AS di Irak menjadi sekitar 50.000.

Penarikan brigade tempur terakhir AS dipuji sebagai momen simbolis bagi keberadaan kontroversial AS di Irak, lebih dari tujuh tahun setelah invasi untuk mendongkel Saddam.

Namun, pasukan AS terus melakukan operasi gabungan dengan pasukan Irak dan gerilyawan Kurdi Peshmerga di provinsi-provinsi Diyala, Nineveh dan Kirkuk dengan pengaturan keamanan bersama di luar misi reguler militer AS di Irak.

Para pejabat AS dan Irak telah memperingatkan bahaya peningkatan serangan ketika negosiasi mengenai pembentukan pemerintah baru Irak tersendat-sendat, beberapa bulan setelah pemilihan umum parlemen di negara itu.

Jumlah warga sipil yang tewas dalam pemboman dan kekerasan lain pada Juli naik menjadi 396 dari 204 pada bulan sebelumnya, menurut data pemerintah Irak.

Sebanyak 284 orang -- 204 warga sipil, 50 polisi dan 30 prajurit -- tewas pada Juni, kata kementerian-kementerian kesehatan, pertahanan dan dalam negeri di Baghdad kepada AFP.

Menurut data pemerintah, 337 orang tewas dalam kekerasan pada Mei.

Rangkaian serangan dan pemboman sejak pasukan AS ditarik dari kota-kota di Irak pada akhir Juni 2009 telah menimbulkan pertanyaan mengenai kemampuan pasukan keamanan Irak untuk melindungi penduduk dari serangan-serangan gerilya seperti kelompok militan Sunni Al-Qaeda.

Gerilyawan yang terkait dengan Al-Qaeda kini tampaknya menantang prajurit dan polisi Irak ketika AS mengurangi jumlah pasukan menjadi 50.000 prajurit pada 1 September 2010, dari sekitar 170.000 pada puncaknya tiga tahun lalu. (M014/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2011