"Penyajiannya radio banget," kata Artini Suparmo.
Jakarta (ANTARA News) - Karya jurnalistik radio, "Suap di Penjara", karya M.Taufik Budi Wijaya dari radio KBR 68 H meraih Anugerah Jurnalistik Adinegoro 2010 yang diselenggarakan oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dalam rangka peringatan Hari Pers Nasional (HPN) 2011.

Dewan juri Anugerah Adinegoro untuk kategori radio adalah Indrawadi Tamin (dekan Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Esa Unggul), Artini Soeparmo (wartawan senior, Direktur Tesis di London Scholl Public Relations) dan Helena Olii Waharsono (praktisi media radio), demikian siaran Panitia Anugerah Jurnalistik Adinegoro PWI yang diterima ANTARA News di Jakarta, Selasa.

Dalam sidang dewan juri pada Senin (24/1) di Sekretariat PWI Pusat, Gedung Dewan Pers, Jakarta, menetapkan karya jurnalisitk radio berjudul "Suap Di Penjara" tersebut mengumpulkan nilai sebanyak 171,1 sehingga dinyatakan sebagai pemenang yang menyisihkan 15 karya jurnalistik terseleksi lain.

Berita radio "Suap Di Penjara" tersebut disiarkan dalam rubrik SAGA program KBR 68 H melalui FM 89,2 Green Radio pada Kamis 26 November 2010 pukul 07.45 hingga 08.00 WIB.

Penilaian ketat dilakukan terhadap lima karya lain, yaitu Vila Bodong Para Penggede (KBR 68 H/Green Radio), Laporan Kelangkaan Gula (SMART FM), Sumeh, Bertahan Di Tengah Badai Budaya Asing (Radio Mayangkara) dan Membekuk Pedagang Harimau Sumatera (KBRH Jambi).

Sebanyak 16 karya jurnalistik radio yang diseleksi itu berasal dari kiriman para peserta, dan merupakan karya jurnalistik yang disiarkan sejak Januari hingga 31 Desember 2010.

Panitia Anugerah Jurnalistik Adinegoro 2010 menyediakan hadiah senilai Rp50.000.000 bagi juara, selain trofi yang akan diserahkan pada puncak peringatan Hari Pers Nasional (HPN) 2011 di hadapan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 9 Februari di Kupang, Nusa Tenggara Timur.

Menurut Indrawadi Tamin, materi dalam Suap Di Penjara tersebut mengangkat tema yang aktual, dan membuktikan bahwa radio dekat dengan masyarakat.

"Penyajiannya radio banget," kata Artini Suparmo. Laporan di balik penjara itu membawa gaya jurnalistik menggunakan media siaran radio, kata Artini, yang juga meraih Anugerah Jurnalistik Adinegoro bidang tulisan berkedalaman tentang masyarakat Mentawai.

Sedangkan, Helena Olii menjelaskan bahwa dibandingkan dengan karya yang lain, maka karya Taufik Budi Wijaya itu menggunakan bahasa bertutur yang memang menjadi ciri khas bahasa radio.

"Penyampaiannya bercerita sehingga membuat pendengar terlena, serta menggugah rasa ingin tahu untuk mendengar terus sampai selesai," kata Helena.

Para juri menilai bahwa banyak karya jurnalistik radio yang penyajiannya memakai bahasa tulis dan dibacakan, sehingga tidak bisa membuat pendengarnya "terhanyut" mendengarkan.

Anugerah Jurnalistik Adinegoro pada tahun ini menilai karya jurnalistik dalam enam kategori yaitu jurnalistik tulis untuk karya jurnalistik berkedalaman (indepth news), tajuk rencana, juga foto jurnalistik, karikatur opini, jurnalistik radio dan jurnalistik televisi, masing-masing untuk satu pemenang dengan hadiah bagi tiap kategori Rp50 juta.

Selain itu, PWI juga akan memberikan penghargaan khusus berupa jurnalistik inovasi untuk kategori siaran berita melalui media Internet (cyber journalism), serta berita infotainmen masing-masing untuk satu pemenang berhadiah Rp10.000.000,-

Penilaian atas seluruh kategori saat ini sedang berlangsung secara bertahap dan dijadualkan selesai pada tanggal 1 Februari 2011.

Untuk kategori jurnalistik terseleksi jenis tulis terkumpul 188 karya, tajuk rencana 276 karya, karikatur 151, jurnalistik televisi 131 karya, jurnalistik, jurnalistik radio 16 karya, cyberjournalism 15 karya dan infotainmen cetak 80 karya.

Anugerah JurnalistikAdinegoro diberikan setiap tahun oleh PWI dalam rangka penyelenggaraan Hari Pers Nasional, dan kali inini lomba jurnalistik ditetapkan dengan tema bebas.

Nama Anugerah Adinegoro mengabadikan nama tokoh pers nasional Djamaludin Adinegoro, (14 Agustus 1904-8 Januari 1967) yang semasa muda mengenyam pendidikan jurnalistik di Munchen (Jerman) dan Amsterdam (Belanda), kemudian ketika kembali ke Tanah Air pada tahun 1931 menjadi pemimpin redaksi Pandji Poestaka dan kemudian pemimpin redaksi Pewarta Deli.
(T.Z003/D009/P003)

Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2011