Kelemahan dalam UU Pornografi justru berpotensi mengkriminalisasi korban dan gagal menjerat pelaku industri yang telah menyebarkannya. Ada pelanggaran hak privasi dalam kasus video porno yang diduga diperankan oleh Ariel
Jakarta (ANTARA News) - Jaringan Aktivis Perempuan dan HAM untuk Keadilan menilai Undang-undang Pornografi masih bermasalah, khususnya mengenai hak privasi dan otonomi tubuh perempuan.

"Kelemahan dalam UU Pornografi justru berpotensi mengkriminalisasi korban dan gagal menjerat pelaku industri yang telah menyebarkannya. Ada pelanggaran hak privasi dalam kasus video porno yang diduga diperankan oleh Ariel," kata Tunggal Pawestri dari Jaringan Aktivis Perempuan dan HAM di Kantor Komnas HAM di Jakarta, Jumat.

Menurut dia, ada banyak pelanggaran dalam proses pemeriksaan dan sidang, bahkan Ariel, Luna Maya, dan Cut Tari mendapatkan diskriminasi, padahal mereka adalah korban.

Ia menyebutkan, penyebar video porno yang diduga diperankan oleh Ariel tidak dihukum lebih berat dibandingkan Ariel.

Sebelumnya, Pengadilan Negeri Bandung memvonis Ariel dengan hukuman 3,5 tahun penjara dalam kasus tersebut pada 31 Januari 2011 dengan dijerat UU Pornografi.

Luna Maya yang didampingi kuasa hukumnya, Taufik Basari dan Jaringan Aktivis Perempuan dan HAM untuk Keadilan juga mengadukan persoalan tersebut ke Komnas HAM.

Sementara itu, Komisioner Komnas HAM, M Ridha Saleh menilai ada tiga poin pelanggaran dalam proses hukum kasus video mesum yang tengah dijalani mantan bintang Lux itu termasuk yang dialami Ariel dan Cut Tari.

Pertama, dalam kasus tersebut terjadi penyimpangan terhadap keadilan, dimana negara justru tidak melidungi. Kedua, ada hak privasi yang diakui oleh konstitusi, tapi sudah jauh dilanggar. Dan ketiga, terjadi diskriminasi sosiologis terhadap korban sebagai bentuk dari pengabaian terhadap hak.

Rida berjanji akan menindaklanjuti laporan Luna yang pada kesempatan itu didampingi beberapa anggota Jaringan Aktivis Perempuan dan HAM untuk Keadilan.

"Akan kami diskusikan dengan komisioner yang lain," katanya.

(ANTARA/S026)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011