Jakarta (ANTARA News) - ESQ bukan aliran atau paham keagamaan, tetapi merupakan lembaga pelatihan yang mengangkat ajaran Islam untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) agar berakhlak mulia.

Penegasan tersebut disampaikan H.M.Ichwan Sam selaku Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada acara silaturahim dengan para pengurus MUI di Gedung Menara ESQ 165 di Jakarta, Senin. Pada acara terebut hadir sejumlah ulama dan tokoh masyarakat.

Bersamaan dengan acara itu diserahkan Sertifikat Kesesuaian Syariah kepada ESQ Leadership Center yang menegaskan bahwa pelatihan serta buku ESQ sesuai dengan syariah dan tidak mengandung unsur yang diharamkan.

Pemberian sertifikat kesesuaian syariah kepada ESQ tersebut didasari atas penelitian cukup panjang dimana masyarakat yang telah mendapatkan pelatihan ESQ tak mengalami degradasi akhlak, kata Ichwan Sam.

Tokoh agama KH Didin Hafidhuddin, yang ikut hadir pada acara tersebut mengatakan, setelah lembaga pelatihan ESQ memperoleh sertifikat tersebut, diharapkan semua pihak memperoleh kejelasan tentang kehadiran ESQ.

Klarifikasi dan penelitian yang dilakukan pihak MUI diharapkan semua pihak dapat memberi dukungan kepada pendiri ESQ Leadership Center Ary Ginanjar Agustian.

"Ini adalah aset bersama. Jika ada kurang kejelasan, bisa diperjelas dan disempurnakan. Kehadiran ESQ amat penting berkaitan dengan upaya perbaikan karakter bangsa," kata Didin.

Sebelumnya Ichwan Sam menjelaskan bahwa pemberian sertifikat tersebut terkait dengan mencuatnya pernyataan salah seorang mufti di salah satu negara bagian Malaysia. Mufti tersebut menilai pelatihan ESQ dianggap menyimpang dari butir-butir ajaran Islam.

Setelah dilakukan pengkajian cukup lama, hal itu tak terbukti, kata Sam.Pernyataan serupa juga datang dari ulama asal Malaysia, Datu Hasbullah yang ikut hadir dalam acara penyerahan sertifikat itu.

Katanya, dari 14 mufti yang ada di Malaysia hanya satu yang memberi penilaian "menyerang". Lagi pula mufti tersebut ketika diajak bermusyawarah menolak dan tak bersedia membuka diri.

Penilaian bernada "minor" dari mufti tersebut, menurut Hasbullah, tanpa didahului penelitian mendalam. Yang bersangkutan tak pernah hadir ketika pelatihan dilakukan. "Dia juga tak mau membuka diri untuk bermusyawarah," ia menjelaskan.

(*)



 

Editor: AA Ariwibowo
Copyright © ANTARA 2011