Jakarta (ANTARA News) - Kenaikan BI Rate menjadi 6,75 persen atau naik 25 `basis points` akhir pekan lalu dinilai tak akan mempengaruhi bisnis properti di tanah air.

"Dalam jangka pendek, tak pengaruh dan tak akan ada koreksi suku bunga," kata Dirut PT Bank Bank Tabungan Negara (BTN) Tbk, Iqbal Latanro, dalam diskusi Properti Outlook di BTN Expo Jakarta, Senin.

Menurut dia, tingkat suku bunga memang sensitif karena hal itu akan menentukan minat investor sehingga jika bunga tinggi maka konsumen akan lebih cenderung menabung, sedang jika bunga rendah, akan mengajukan kredit untuk properti.

Oleh karena itu, tegasnya, tidak boleh reaktif terhadap BI rate, kecuali jika dampaknya sangat signifikan terhadap biaya dari pengeluaran biaya-biaya (cost of fund).

Bagi BTN, katanya, pihaknya akan melakukan efisiensi lebih ketat antara lain memperbanyak dana jangka pendek dengan bunga murah.

Kemudian, dari sisi permintaan akan terus diupayakan antara lain dengan membuka 200 cabang BTN pada tahun ini sehingga kredit untuk perumahan, khususnya untuk masyarakat berpenghasilan rendah, termasuk tabungan dan giro.

"Termasuk juga meningkatkan fitur produk properti berbasis fee based income," katanya.

Jadi, tegasnya, kalau dari segi tingkat suku bunga saja tak masalah. "Justru yang patut diwaspadai adalah sentimen negatifnya dari kebaikan BI rate itu," katanya.

Senada dengan Iqbal, Ketua Dewan Penasehat DPP Realestate Indonesia (REI), Teguh Satria menyatakan, dengan kenaikan BI rate sebesar itu, tentu tidak otomatis harga jual rumah naik.

"Karena itu, saya yakin dalam jangka pendek ini, tak ada kenaikan harga jual rumah yang dipicu oleh BI rate," katanya.

Justru yang dikhawatirkan, adalah, jika ada kenaikan bahan baku seperti semen naik 10 persen maka hal itu pasti akan berpengaruh terhadap kenaikan harga jual sekitar dua persen.

"Itu terjadi karena pengaruh semen adalah 20 persen dari total biaya," katanya.

Selain itu, kata Teguh, dalam situasi saat ini, konsumen dijaga tidak mengalami keengganan untuk membeli rumah. "Jika perlu kasih diskon besar," katanya.

Oleh karena itu, tambahnya, tidak bijak dalam situasi seperti saat ini, harga rumah dinaikkan.

Iqbal menambahkan, tingkat pertumbuhan properti nasional terhadap produk domestik bruto di Indonesia hingga tahun lalu masih dua persen, 10 persen Thailand, 30 persen Singapura dan 25 persen Malaysia.

"Jadi, masih ada ruang bagi properti Indonesia tumbuh pesat," katanya.

Pangsa pasar PT Bank BTN hingga saat ini kredit pemilikan rumah (KPR) dari seluruh perbankan nasional sebesar 26,7 persen, sedangkan untuk KPR bersubsidi mencapai 97 persen.

Ditanya perkiraaan pertumbuhan properti 2011 ini, Teguh menyebut secara umum properti Indonesia masih akan tumbuh sekitar 15 persen.

"Kalau untuk pertumbuhan kredit BTN tahun ini, target kami 25-30 persen," kata Iqbal.

Saat ini, tingkat suku bunga kredit properti yang terprogram rata-rata sebesar 8,5-9,5 persen. Sementara bunga untuk kredit komersil bervariasi dalam kisaran 9-13 persen.

(E008/M012/S026)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011