-
Jakarta (ANTARA News)- Rencana pemerintah untuk membatasi Bahan Bakar Minyak bersubsidi bagi masyarakat merupakan kebijakan yang melawan konstitusi, demikian salah satu paparan pakar perminyakan Kurtubi, dalam diskusi bertajuk 'Subsidi BBM Dibatasi Siapa Diuntungkan?' di Jakarta, Rabu.

Pengajar di Program Pascasarjana Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia itu menilai keputusan pemerintah membatasi BBM bersubsidi sama dengan memaksa rakyat menggunakan Pertamax, jenis BBM tidak bersubsidi yang kini harganya mengikuti fluktuasi harga minyak dunia.

"Dengan memaksa rakyat membeli BBM jenis Pertamax yang kini harganya telah diserahkan pada mekanisme pasar, pemerintah telah melanggar konstitusi," tegas Kurtubi dalam dalam diskusi yang digelar oleh Poros Wartawan Jakarta itu.

Ia mengacu pada Keputusan Mahkamah Konstitusi pada 21 Desember 2004 yang menganulir Undang-Undang No 22 tahn 2001 Tentang Minyak dan Gas Bumi Pasal 28 ayat 2 yang berbunyi,"Harga Bahan Bakar Minyak dan harga Gas Bumi diserahkan pada mekanisme persaingan usaha yang sehat dan wajar."

Menurut Kurtubi jika pemerintah tetap ngotot memberlakukan rencana pembatasan BBM bersubsidi itu maka pemerintah dianggap melawan konstitusi dan sekaligus membuka jalan menuju pemakzulan.

"Jika pemerintah tetap memaksa rakyat membeli BBM tidak bersubsidi yang harganya dikendalikan mekanisme pasar dunia, maka pemerintah bisa dianggap melawan konstitusi dan dengan demikian membuka jalan menuju pemakzulan," papar Kurtubi.

Pendapat Kurtubi itu disanggah oleh Ikhsan Modjo, ketua Departemen Keuangan Partai Demokrat, yang juga hadir dalam diskusi itu. Menurut dia pembatasan BBM bersubsidi tidak serta merta menghapus subsidi bagi rakyat tetapi mengalihkannya kepada rakyat yang benar-benar membutuhkan.

"Pembatasan BBM bersubsidi tidak berarti pemerintah memaksa rakyat membeli pertamax, tetapi hanya mengalihkan subsidi kepada mereka yang lebih layak menerima subsidi," kata Ikhsan.
(Ber/A038/BRT)

Pewarta:
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2011