Yogyakarta (ANTARA News) - Dinas Pertanian Daerah Istimewa Yogyakarta menyatakan provinsi tersebut berstatus siaga penyakit antraks untuk mengantisipasi penyebaran penyakit berbahaya itu.

"Siaga antraks diterapkan mulai hari ini menyusul adanya penemuan kasus penyakit tersebut di Boyolali, Jawa Tengah. Status siaga berlaku situasional sesuai keadaan di lapangan," kata Sekretaris Dinas Pertanian (Distan) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Retno Setyawati di Yogyakarta, Senin.

Menurut dia, siaga antraks juga ditetapkan berdasarkan pertimbangan tingginya peredaran daging di DIY yang sangat tergantung dengan daging dari provinsi lain termasuk juga peredaran ternaknya. Misalnya, ketika ternak dari Jawa Timur akan disalurkan ke Jawa Barat biasanya melalui DIY.

"Dengan status siaga tersebut Distan DIY telah meningkatkan kewaspadaan dengan mengundang seluruh Distan di kabupaten dan kota termasuk mengecek ternak yang keluar masuk wilayah DIY. Distan DIY juga akan membentuk posko siaga 24 jam untuk memantau dan mengawasi lalu lintas ternak," katanya.

Ia mengatakan, di wilayah DIY, persentase daging yang masuk dari luar wilayah mencapai 40 persen. Oleh karena itu, mulai malam ini pemeriksaan terhadap ternak maupun daging yang masuk ke DIY akan diperketat.

"Wilayah DIY berada di tengah-tengah perlintasan keluar masuk ternak dari dan ke Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. Berkaitan dengan hal itu, Distan DIY akan mengerahkan dokter hewan yang ada untuk mengawasi ternak hidup maupun daging yang keluar masuk DIY," katanya.

Menurut dia, keluar masuknya ternak dan daging itu menjadi salah satu kekhawatiran Distan DIY, sehingga meminta semua dokter hewan di pos kesehatan hewan (poskeswan) untuk siaga 24 jam dan melakukan kerja sama dengan setiap kabupaten dan kota.

"Hal itu dilakukan dengan pertimbangan lalu lintas ternak banyak yang dilakukan pada malam. Kami akan melakukan pemeriksaan fisik dan rekomendasi pemeriksaan dari dokter hewan itu akan menjadi acuan apakah daging maupun ternak dari luar bisa keluar masuk atau tidak," katanya.
(B015*H010/H008)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2011