"Sejak dini pendidikan antikorupsi ini harus diberikan, bahkan di dalam keseharian di rumah," kata Fathul saat memberikan sambutan dalam Diskusi Aktual "Membongkar Grand Design Pelemahan Pemberantasan Korupsi" secara daring dipantau di Yogyakarta, Sabtu.
Ia berharap pendidikan antikorupsi tidak sekadar dijadikan materi perkuliahan di perguruan tinggi.
Menurut dia, pendidikan antikorupsi dalam kehidupan sehari-hari tidak melulu harus dibingkai dengan kata korupsi melainkan dengan menyajikan praktik nyata.
Baca juga: Rektor UII: Mahasiswa jangan terbawa arus narasi publik
"Mendidik kejujuran, keadilan, tidak mengambil yang bukan haknya, dan menghargai hak orang lain, merupakan bingkai abadi yang relevan untuk pendidikan antikorupsi semua konteks," kata dia.
Namun demikian, ujar dia, pendidikan antikorupsi itu seakan menjadi kehilangan makna, ketika tidak ada contoh konsisten yang diberikan oleh penyelenggara negara, termasuk dalam ikhtiar pemberantasan korupsi yang lebih serius.
Jika tidak, sambung Fathul, para pendidik antikorupsi bisa mati gaya, ketika ada anak didik atau mahasiswa yang berkomentar bahwa banyak pemegang kekuasaan yang semena-mena menggunakan amanah yang diberikan kepadanya.
Baca juga: Rektor UII: Perlu kejutan luar biasa dalam pemberantasan korupsi
"Tampaknya kita sepakat, selain ketimpangan, korupsi masih menjadi musuh besar bangsa ini," kata dia.
Menurut dia, banyak kalangan menyebutkan bahwa korupsi seperti puncak gunung es yang bagian bawahnya justru lebih besar tidak terlihat.
"Kita tahu, yang menjadi ranah KPK, hanya korupsi besar. Korupsi dengan nominal kecil tidak masuk radar KPK. Tentu, kita tidak bisa menyepelekan," kata dia.
Baca juga: Rektor UII: Pemimpin kampus harus responsif hadapi pandemi
Sejak tahun 2007, katanya, skor Indeks Persepsi Korupsi Indonesia selalu naik, meski sangat perlahan sampai pada tahun 2019.
Skor Indonesia tidak pernah turun, meski beberapa kali stagnan dibandingkan periode sebelumnya, yaitu pada tahun 2010, 2013, dan 2017. Baru pada tahun 2020, skor Indonesia turun dari 40 ke 37.
"Semakin tinggi skor yang didapat, semakin bersih sebuah negara dari korupsi," kata dia.
Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2021