Jakarta (ANTARA News) - Bank Indonesia menilai penguatan nilai tukar rupiah 2,5 persen pada Februari menjadi 8.818 per dolar AS (posisi 28/2) belum mempengaruhi daya saing Indonesia dari sisi nilai tukar, karena pada periode yang sama negara-negara di kawasan juga mengalami penguatan nilai tukar dan bahkan dengan tingkat yang lebih besar.

Kepala Biro Humas Bank Indonesia Difi A Johansyah di Jakarta Jumat mengatakan, tren penguatan nilai tukar rupiah yang sempat tertahan pada Januari 2011 kembali berlanjut pada Februari 2011, yang disebabkan kembali masuknya aliran modal asing karena positifnya persepsi investor terhadap kuatnya fundamental ekonomi Indonesia, serta respon positif terhadap kenaikan BI Rate dan kebijakan Bank Indonesia untuk memberikan ruang bagi penguatan rupiah untuk pengendalian inflasi.

Dikatakan Difi, Rapat Dewan Gubernur BI pada Jumat ini berpandangan prospek ekonomi dunia akan terus membaik, namun dibayangi oleh tekanan inflasi yang meningkat sejalan dengan tingginya harga minyak dan komoditas pangan dunia. Tekanan inflasi yang semakin tinggi tidak hanya dihadapi negara berkembang tapi juga dihadapi negara maju.

Menghadapi tekanan inflasi yang meningkat tersebut, pengetatan kebijakan moneter tidak hanya terjadi di negara-negara berkembang tetapi juga mulai diikuti oleh negara-negara maju.

Prospek ekonomi global yang membaik tersebut berdampak positif terhadap perekonomian domestik, terutama melalui jalur ekspor yang akhir-akhir ini meningkat. Demikian juga halnya dengan impor yang meningkat didorong oleh masih kuatnya permintaan domestik dan eksternal.

Sementara itu, konsumsi rumah tangga dan investasi masih meningkat meskipun tidak sekuat triwulan sebelumnya. Perkembangan tersebut mendukung kinerja transaksi berjalan yang diperkirakan mencatat surplus cukup besar pada triwulan I-2011.

Transaksi modal dan finansial (TMF) diperkirakan juga masih mencatat surplus sejalan dengan masih kuatnya aliran modal masuk, termasuk PMA. Dengan perkembangan tersebut, posisi cadangan devisa pada 28 Februari 2011 tercatat sebesar 99,6 miliar dolar AS atau setara dengan 6,1 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah.

Sementara itu posisi per 3 Maret 2011 cadangan devisa tercatat sebesar 101,8 miliar dolar AS atau setara dengan 6,2 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah.

Dijelaskan Difi, stabilitas sistem keuangan tetap terjaga yang disertai terus membaiknya fungsi intermediasi perbankan dan likuiditas perbankan yang terkendali. Industri perbankan cukup stabil ditandai oleh terjaganya kondisi permodalan dan likuiditas sebagaimana tercermin pada tingginya rasio kecukupan modal (CAR/Capital Adequacy Ratio) dan terjaganya rasio kredit bermasalah (NPL/Non Performing Loan) gross di bawah 5 persen.

Intermediasi perbankan juga semakin membaik tercermin dari pertumbuhan kredit yang terus meningkat, yakni pada Januari 2011 mencapai 24,6 persen (yoy), ditopang oleh pertumbuhan pada seluruh jenis kredit termasuk kredit kepada UMKM.

"Tidak ada indikasi bahwa kenaikan BI-Rate pada bulan Februari 2011 diikuti dengan kenaikan suku bunga perbankan," katanya.

Dewan Gubernur BI, lanjutnya memandang sangat penting upaya memperkuat koordinasi kebijakan dengan Pemerintah dalam pengendalian inflasi terutama menghadapi risiko tekanan inflasi ke depan yang masih cukup tinggi, yang bersumber dari tingginya harga komoditi internasional dan rencana kebijakan Pemerintah terkait dengan sejumlah komoditi strategis antara lain pengurangan subsidi BBM.

Koordinasi kebijakan tersebut sebagai bagian penting pengendalian kestabilan harga secara bersama-sama oleh Bank Indonesia dan Pemerintah, termasuk melalui forum Tim Pengendalian Inflasi (TPI) di tingkat Pusat maupun Daerah (TPID).

(D012/S026)

Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2011