Sleman (ANTARA) - Dinas Pariwisata Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, membekali pengelola destinasi dan pelaku wisata dengan pelatihan mitigasi bencana terutama di daerah rawan guna mengantisipasi terjadinya bencana saat musim hujan.

"Pelatihan mitigasi bencana ini telah beberapa kali kami selenggarakan bekerja sama dengan BPBD Sleman. Karena memang Kabupaten Sleman ini memiliki sejumlah potensi bencana alam," kata Kepala Bidang Pengembangan Destinasi Wisata dan Ekonomi Kreatif Dinas Pariwisata (Dispar) Kabupaten Sleman Aris Herlambang di Sleman, Selasa.

Menurut dia, pelatihan mitigasi bencana tersebut menyasar pengelola dan pelaku wisata terutama yang mengandalkan aktivitas susur sungai berhulu di Gunung Merapi.

"Sejumlah desa wisata di Sleman memanfaatkan daerah aliran sungai dan beberapa di antaranya di sungai berhulu Gunung Merapi yang rawan banjir," katanya.

Ia mengatakan, pelaku jip wisata lava tour Merapi juga menjadi sasaran pelatihan mitigasi bencana, karena rute mereka ada yang melewati sungai berhulu Merapi.

"Pelatihan ini akan terus dilakukan sampai dengan tahun depan supaya pelaku wisata benar-benar siap," katanya.

Aris mengatakan, saat ini Dispar Sleman hanya memfasilitasi sebatas pembinaan, belum menyentuh pada bantuan sarana dan prasarana pendukung mitigasi karena keterbatasan anggaran.

'Pengelola biasanya sudah punya mekanisme tersendiri. Kami memang belum bisa melengkapi untuk sarana prasarana karena sejauh ini masih menggunakan anggaran DAK," katanya.

Ia mengatakan, di samping itu, pengelola wisata juga mengandalkan jejaring untuk memantau perkembangan kondisi cuaca dan aktivitas Gunung Merapi. Contohnya operator jip yang berjejaring dengan SAR dan telah membentuk forum komunikasi melalui alat telekomunikasi HT.

"Selama ini pengelola destinasi wisata juga membangun jaringan dengan SAR maupun komunitas relawan. Untuk menyampaikan informasi secepatnya kepada wisatawan, beberapa pengelola sudah menyediakan alat pengeras suara," katanya.

Kepala Stasiun Klimatologi Sleman Yogyakarta, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Reni Kraningtyas meminta masing-masing daerah di DIY untuk meningkatkan kewaspadaan terkait kemungkinannya munculnya bencana hidrometeorologi pada musim hujan 2021-2022.

Menurut dia, sejak September dasarian III 2021, pemantauan terhadap anomali iklim global di Samudera Pasifik Ekuator menunjukkan bahwa, Indeks ENSO (El Nino-Southern Oscillation) menunjukkan suhu permukaan laut di wilayah Pasifik tengah telah melewati ambang batas La Nina dengan nilai anomali pada dasarian III September 2021 -0.63°C, dasarian I Oktober 2021 -0.61°C, dasarian II Oktober 2021 -0.92°C.

"Indeks ENSO bulan Oktober 2021 sebesar -0.83°C menunjukkan ENSO dalam kondisi prasyarat La Nina Lemah. Diprakirakan fenomena ENSO La Nina lemah dan dimungkinkan menjadi La Nina moderat berlangsung hingga awal tahun 2022," katanya.

Ia mengatakan, pengaruh La Nina di wilayah DIY berdampak pada peningkatan intensitas curah hujan bulanan di atas normalnya atau rata ratanya, di awal musim hujan Oktober-November 2021 akan memberikan dampak yang cukup tinggi yakni sekitar 60 persen.

"Sedangkan jika La Nina masih berlanjut hingga musim hujan (Des 2021-Feb 2022) maka dampak La Nina akan semakin turun yakni sekitar 20-60 persen, " katanya.

Reni mengatakan bahwa perlu diperhatikan meskipun persentase peningkatan curah hujan relatif lebih kecil, namun dampak terhadap peningkatan bencana hidrometeorologi semakin tinggi terlebih di puncak musim hujan (Januari 2022).

"Terutama wilayah-wilayah yang rawan banjir dan longsor di wilayah DIY. Para pemangku kepentingan diharapkan dapat sedini mungkin mengantisipasi potensi bencana hidrometeorologi di wilayah DIY," katanya.

Pewarta: Victorianus Sat Pranyoto
Editor: Kelik Dewanto
Copyright © ANTARA 2021